Tata Cara Sholat Dalam Agama Islam


Dalam sebuah hadits yang ditulis Imam Malik bin Anas al-Ashbahi al-Madani (179 H) dalam karyanya Muwattha’ al-Imam Malik (juz 1, hal. 173) disebutkan:   

أَوَّل مَا يُنْظَرُ فِيهِ مِنْ عَمَلِ الْعَبْدِ الصَّلَاةُ. فَإِنْ قُبِلَتْ مِنْهُ، نُظِرَ فِيمَا بَقِيَ مِنْ عَمَلِهِ. وَإِنْ لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ، لَمْ يُنْظَرْ فِي شَيْءٍ مِنْ عَمَلِهِ   

Artinya, “Amal yang pertama kali dinanti-nantikan (di akhirat kelak) adalah amal shalat. Bila shalat dinyatakan diterima, maka ada harapan untuk menunggu keputusan amal yang lain. Namun, bila tak diterima, maka tiada gunanya menanti amal-amal lainnya.”   

Hadits ini adalah salah satu bukti bahwa shalat merupakan ibadah yang harus diberi perhatian lebih daripada yang lain. Walaupun kita tidak dapat memastikan baik dan buruknya nasib ukhrawi seseorang bahkan diri kira sendiri dengan melihat amal shalatnya. Karena amal bukanlah penjaminnya. Ia tak lebih dari sekadar potensi dan indikasi saja. Satu-satunya penentu sejati adalah Allah ﷻ, Sang Maha Penyayang.  

Tata Cara Pelaksanaan Shalat secara Umum 

Sebelum mulai melaksanakan shalat, terlebih dahulu seseorang harus memenuhi syarat-syarat secara utuh, baik syarat wajib maupun syarat sah. Teruntuk ini, bisa memperoleh ulasannya dalam tulisan kami sebelumnya: Panduan Shalat: Syarat Wajib, Syarat Sah, dan Rukunnya.

Secara umum, shalat fardhu lima waktu ini memiliki cara pelaksanaan yang sama satu dengan lainnya. Hanya saja, perbedaannya terletak pada niat, jumlah rakaat, dan waktunya.

Berikut rinciannya;   Takbiratul ihram, yaitu membaca Allâhu Akbar saat memulai shalat. Dengan takbiratul ihram, berarti kita sudah benar-benar masuk dalam shalat. Sehingga, apa yang sebenarnya boleh dilakukan sebelum shalat, seperti makan dan minum misalnya, saat itu sudah tak boleh lagi.

Memasang niat bersamaan dengan takbiratul ihram. 

Berdiri bagi yang mampu. 

Membaca surat al-Fatihah.
Ruku’ sambil membaca, Subhâna rabbiyal ‘adhîmi wa bihamdihi, “Maha suci Tuhanku yang maha agung dengan segala pujian-Nya” tiga kali. 

I’tidal sambil membaca, Sami’allâhu liman hamidah rabbanâ lakal hamdu, “Semoga Allah mengabulkan panjatan doa hamba yang memuji-Nya”. Sujud sambil membaca, Subhâna rabbiyal a’la wa bihamdihi, “Mahasuci Tuhanku yang Mahatinggi dengan segala pujian-Nya” tiga kali. 

Duduk di antara dua sujud sambil membaca, Rabbighfirlî warhamnî wajburnî warfa’nî warzuqnî wahdinî wa‘âfinî wa‘fu ‘annî, “Ya Tuhan, ampunilah diri ini, sayangilah, perbaikilah, dan angkatlah derajat hamba, berilah hamba rizki dan ampunan sebanyak-banyaknya”. 

Thuma’ninah (diam, tidak bergerak sejenak) dalam empat rukun sebelumnya. Membaca tasyahud akhir. Bacaan yang paling pendek adalah, Attahiyyatu lillah salamun ‘alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakatuh, salamun ‘alaina wa ‘ala ibadillah as-sholihin, “Penghormatan terbesar teruntuk Allah ﷻ, keselamatan, kasih sayang, juga aliran berkah semoga selalu bagi sang baginda Nabi, dan semoga kesejahteraan menyelimuti orang-orang yang saleh”. 

Membaca shalawat Nabi setelah tasyahud akhir. 

Duduk untuk membaca shalawat Nabi, tasyahud akhir, dan salam. 

Melafalkan salam (Assalâmualaikum warahmatullâh). 

Tertib dalam melakukan setiap rukun di atas. 



Teruntuk niat sebagai salah satu rukun shalat pertama, akan dibahas secara mandiri di bawah ini. Mengingat, lafalnya yang berbeda-beda tergantung shalat yang dikerjakan.   

Shalat Zuhur Disebut shalat Zuhur, karena ia dikerjakan di tengah siang atau di waktu terang. Sebab, Zuhur sendiri bermakna terang atau jelas. Adapun waktunya, sejak tergelincir matahari sampai bayangan setiap benda menyamai panjang bendanya. Sedangkan lafal niatnya adalah, Ushallî fardla-dhuhri arba‘a raka’ât(in) lillâhi ta‘âlâ, “Saya shalat Zuhur empat rakaat karena Allah ta’ala”. Kalau berstatus sebagai makmum, maka sebelum lafal lillâhi ta‘âlâ ditambah kata ma’mûm(an). Demikian juga ketika jadi imam, maka ditambah kata imâm(an). Dan, sebagaimana jamak diketahui bahwa shalat Zuhur dikerjakan empat rakaat.   

Shalat Ashar Adapun waktu shalat Ashar yaitu sejak bayangan benda sedikit melebihi bendanya, sampai matahari terbenam. Jumlah rakaatnya juga sama dengan shalat Zuhur, empat rakaat. Niatnya, Ushallî fardlal-'Ashri arba’a raka‘ât(in) lillâhi ta‘âlâ, “Saya shalat Ashar empat rakaat karena Allah ta’ala”. Penambahan lafal niat ketika menjadi makmum ataupun imam sama sebagaimana di atas.   

Shalat Maghrib Shalat Maghrib dilakukan sejak matahari terbenam, hingga mega merah di langit sudah tak tampak lagi. Jumlah rakaatnya tidak sama dengan yang lain, yaitu tiga rakaat. Adapun niatnya, Ushallî fardlal Maghribi tsalâtsa raka‘ât(in) lillâhi ta‘âlâ, “Saya shalat Maghrib tiga rakaat karena Allah ta’ala”.   Shalat Isya’ Waktu pelaksanaan shalat Isya’ yakni sejak hilangnya mega merah, sampai terbit fajar shadiq (fajar yang pancaran cahayanya membentang atau secara horizontal). Jumlah rakaatnya sama seperti Zuhur dan Ashar. Bunyi niatnya, Ushallî fardlal 'Isya'i arba‘a raka‘ât(in) lillâhi ta‘âlâ, “Saya shalat Isya’ empat rakaat karena Allah ta’ala”.   

Shalat Subuh Subuh secara bahasa adalah awal siang (awwal an-nahar). Disebut Subuh karena dilakukan di awal siang. Waktunya, sejak terbitnya fajar shadiq sampai terbitnya matahari. Shalat Subuh termasuk shalat dengan jumlah rakaat yang paling sedikit, hanya dua rakaat. Adapun niatnya, Ushallî fardlas Shubhi rak‘ataini lillâhi ta‘âlâ, “Saya shalat Subuh dua rakaat karena Allah ta’ala”. Perbedaan yang paling mencolok dari shalat Subuh juga, yakni adanya kesunnahan membaca qunut. Bahkan ulama Syafi’iyah menggolongkannya sebagai sunnah ab’ad. Sehingga, bila lupa dan tidak membacanya, maka sunnah hukum menggantinya dengan sujud sahwi. Adapun bacaan kunut adalah: 

  اَللّٰهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِ نَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، وَأَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ إِلَيْكَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدِ ࣙالنَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ   

Allâhummahdinî fî man hadait, wa ‘âfinî fî man ‘âfait, wa tawallanî fî man tawallait, wa bâriklî fî mâ a‘thait, wa qinî syarra mâ qadhait, fa innaka taqdlî wa lâ yuqdhâ ‘alaik, wa innahû lâ yazillu man wâlait, wa lâ ya‘izzu man ‘âdait, tabârakta rabbanâ wa ta‘âlait, fa lakal ḫamdu a’lâ mâ qadhait, wa astaghfiruka wa atûbu ilaik, wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muḫammadi-nin-nabiyyil ummiyyi wa ‘alâ âlihî wa shaḫbihî wa sallam.   

Artinya, “Ya Allah tunjukanlah aku sebagaimana mereka yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kesehatan kepadaku sebagaimana mereka yang telah Engkau berikan kesehatan. Peliharalah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau lindungi. Berikanlah keberkahan kepadaku pada apa yang telah Engkau berikan. Selamatkanlah aku dari bahaya kejahatan yang telah Engkau tentukan. Engkaulah yang menghukum dan bukan dihukum. Tidak hina orang yang Engkau jadikan pemimpin. Tidak mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau. Bagi-Mu segala pujian di atas apa yang Engkau tentukan. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan karunia atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.”

Wallahu a’lam bisshawâb.




EmoticonEmoticon