Kegiatan Penyembelihan Hewan Qurban Idul Adha Th.1439H-2018M

بِـسْمِ اللِه الرَّحْـمَـنِ الرَّحِـيـمْ
       Alhamdulillahirrabil Aalamiin...Segala Puji Hanya Kepada ALLAH SWT, Sholawat Serta Salam Semoga Selalu Tercurahkan Kepada Baginda Besar Nabi Muhammad Shollahu Alaihi Wasallam.

       Kami Mewakili Dari Panitia Qurban th.1439H/2018M Mengucapkan Terima Kasih Sebesar-Besarnya Kepada Segenap Para Donatur Atas Partisipasinya Mendonasikan Hewan Qurban Kepada Kami Tahun Ini, Baik Dalam Bentuk Hewan Qurban Kambing Ataupun Sapi . Hewan Qurban Yang Kami Terima. Kami Salurkan Kepada Warga Danakarya dan Sekitar ( Ampel, Nyamplungan, Sawah Pulo, Hang Tuah, Kebalen, Wonosari, dan Pengampon).

       Sekian Laporan Pertanggung Jawaban Dari Kami. Semoga ALLAH SWT Menerima Pahala Qurban Saudara & Saudari Pada Tahun Ini, Dan Semoga ALLAH Memberikan Kesehatan Serta Panjang Umur Kepada Segenap Para Donatur. Jazakumullah Kheir Jaza'....

                                          Surabaya, 
10 Dzhulhijjah 1439H / 22 Agustus 2018M


                                                                                          Musthofa Achmad Baradja, Lc


 Hewan Qurban Para Donatur

Salah Satu Hewan Qurban Donatur

 Salah Satu Hewan Qurban Donatur

 Suasana Penyembelihan Hewan Qurban

 Suasana Penyembelihan Hewan Qurban

 Suasana Penyembelihan Hewan Qurban

 Suasana Penyembelihan Hewan Qurban

Suasana Penyembelihan Hewan Qurban

 Daging Qurban Siap Untuk Di DIstribusikan

 Suasana Penimbangan Hewan Qurban

 Hewan Qurban Sapi Donatur

 Hewan Qurban Sapi Donatur

Hewan Qurban Sapi Donatur

Suasana Penimbangan Hewan Qurban

Suasana Penimbangan Hewan Qurban

Selamat Hari Raya Idul Adha 1439H - 2018M


KAMI SEGENAP KELUARGA BESAR DAN PENGURUS SERTA PENGAJAR
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM AL-USTADZ ACHMAD UMAR BARADJA
MENGUCAPKAN "MINAAL AIDIN WALFAIDZHIN..TAQABALLAHUMINNA WAA MINKUM, TAQABBAL YAA KARIM".

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA Th. 1439H.
 SEMOGA ALLAH MENGABULKAN IBADAH QURBAN KITA PADA TAHUN INI DAN MEMPERTEMUKAN KITA KEMBALI KE  BULAN DZHULHIJJAH DAN HARI ARAFAH YANG PENUH BERKAH TAHUN DEPAN IN SHA ALLAH, 
AAMIIN YAA RABBAL AALAAMIIN....

Hukum Puasa Tarwiyah

S : Apa itu hari tarwiyah? Adakah puasa hari tarwiyah?

J : Bismillah was Shalatu Was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :
Hari Tarwiyah adalah tanggal 8 Dzulhijjah. Istilah tarwiyah berasal dari kata tarawwa [arab: تَرَوَّى] yang artinya membawa bekal air. Karena pada hari itu, para jamaah haji membawa banyak bekal air zam-zam untuk persiapan arafah dan menuju Mina. Mereka minum, memberi minum ontanya, dan membawanya dalam wadah.
Ibn Qudamah menjelaskan asal penamaan ini,
سمي بذلك لأنهم كانوا يتروون من الماء فيه، يعدونه ليوم عرفة. وقيل: سمي بذلك؛ لأن إبراهيم – عليه السلام – رأى ليلتئذ في المنام ذبح ابنه، فأصبح يروي في نفسه أهو حلم أم من الله تعالى؟ فسمي يوم التروية.
Dinamakan demikian, karena para jamaah haji, mereka membawa bekal air pada hari itu, yang mereka siapkan untuk hari arafah. Ada juga yang mengatakan, dinamakan hari tarwiyah, karena Nabi Ibrahim ’alaihis salam pada malam 8 Dzulhijjah, beliau bermimpi menyembelih anaknya. Di pagi harinya, beliau yarwi (berbicara) dengan dirinya, apakah ini mimpi kosong ataukah wahyu Allah? Sehingga hari itu dinamakan hari tarwiyah. (al-Mughni, 3/364).

Puasa Tarwiyah

Terdapat hadis yang secara khusus menganjurkan puasa di hari tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah). Hadis itu menyatakan,
مَنْ صَامَ الْعَشْرَ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَوْمُ شَهْرٍ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ سَنَةٌ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ سَنَتَانِ.
”Siapa yang puasa 10 hari, maka untuk setiap harinya seperti puasa sebulan. Dan untuk puasa pada hari tarwiyah seperti puasa setahun, sedangkan untuk puasa hari arafah, seperti puasa dua tahun.”
Hadis ini berasal dari jalur Ali al-Muhairi dari at-Thibbi, dari Abu Sholeh, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, secara marfu’.


Bolehkah Puasa Tarwiyah?
Keterangan di atas tidaklah melarang anda untuk berpuasa di hari tarwiyah. Keterangan di atas hanyalah memberi kesimpulan bahwa tidak ada keutamaan khusus untuk puasa tarwiyah.
Kita tetap dianjurkan untuk memperbayak puasa selama tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah. Dan tentu saja, hari tarwiyah masuk di dalam rentang itu. Dari Ummul Mukminin, Hafshah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa asyura, sembilan hari pertama Dzulhijjah, dan tiga hari tiap bulan. (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad).
Demikian pula hadis dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen.).” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Turmudzi).
Kemudian syariat memberikan keutamaan khusus untuk puasa tanggal 9 Dzulhijjah (hari arafah), dimana puasa pada hari ini akan menghapuskan dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang. Dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفّر السنة التي قبله ، والسنة التي بعده.
“…puasa hari arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penebus (dosa, pen.) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Ahmad dan Muslim).
Namun keutamaan semacam ini tidak kita jumpai untuk puasa tanggal 8 Dzulhijjah (hari tarwiyah). Karena hadis yang menyebutkan keutamaan puasa tariwiyah adalah hadis Dhoif.
Kesimpulannya, kita disyariatkan melaksanakan puasa tarwiyah, mengingat adanya anjuran memperbanyak puasa selama 9 hari pertama Dzulhijjah.
Wallahu A’lam Bis Showab.

TIM LPI AU_AUB

Puasa Arafah Berbeda Dengan Hari Arafah

Niat Puasa Arafah
S: Jika terjadi perbedaan dalam menentukan tanggal 9 Dzulhijjah, antara pemerintah Indonesia dengan Saudi, mana yang harus diikuti? Kami bingung dalam menentukan kapan puasa arafah?
J : Bismillah..Walhamdulillah, Washolatu Wassalamu Alaa Nabiyillah, Amma Ba'du ,

Terkadang pada setiap tahun kita mengalami fenomena seperti ini, yaitu perbedaan penentuan awal Bulan Dzhulhijjah, penentuan awal Bulan Ramadhan, penentuan awal Tahun Baru Hijriah, Dsb , maka pada saat ini fenomena tersebut terulang kembali, In Sha ALLAH kami akan sedikit membahas dengan Dalil-Dalil yg Shohih, agar bisa dijadikan acuan kita semua.

Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, Diantaranya Ada Yang Berpendapat :
Pertama, puasa arafah mengikuti wuquf di arafah.
Ini merupakan pendapat Lajnah Daimah (Komite Fatwa dan Penelitian Ilmiyah) Arab Saudi. Mereka berdalil dengan pengertian hari arafah, bahwa hari arafah adalah hari dimana para jamaah haji wukuf di Arafah. Tanpa memandang tanggal berapa posisi hari ini berada.
Dalam salah satu fatwanya tentang perbedaan tanggal antara tanggal 9 Dzulhijjah di luar negeri dengan hari wukuf di arafah di Saudi, Lajnah Daimah menjelaskan,
يوم عرفة هو اليوم الذي يقف الناس فيه بعرفة، وصومه مشروع لغير من تلبس بالحج، فإذا أردت أن تصوم فإنك تصوم هذا اليوم، وإن صمت يوماً قبله فلا بأس
Hari arafah adalah hari dimana kaum muslimin melakukan wukuf di Arafah. Puasa arafah dianjurkan, bagi orang yang tidak melakukan haji. Karena itu, jika anda ingin puasa arafah, maka anda bisa melakukan puasa di hari itu (hari wukuf). Dan jika anda puasa sehari sebelumnya, tidak masalah. (Fatawa Lajnah Daimah, no. 4052)
Kedua, puasa arafah sesuai tanggal 9 Dzulhijjah di daerah setempat:
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ .
Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. 

Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”
Pahala Puasa Arafah
Dari keterangan di atas, kita bisa memahami bahwa perbedaan penentuan hari arafah, kembali kepada dua pertimbangan:
Pertama, apakah perbedaan tempat terbit hilal (Ikhtilaf Mathali’) mempengaruhi perbedaan dalam penentuan tanggal ataukah tidak.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam menentukan tanggal awal bulan, kaum muslimin di seluruh dunia disatukan. Sehingga perbedaan tempat terbit hilal tidak mempengaruhi perbedaan tanggal.
Sementara sebagian ulama berpendapat bahwa perbedaan mathali’ mempengaruhi perbedaan penentuan awal bulan di masing-masing daerah. Ini meruakan pendapat Ikrimah, al-Qosim bin Muhammad, Salim bin Abdillah bin Umar, Imam Malik, Ishaq bin Rahuyah, dan Ibnu Abbas.  (Fathul Bari, 4/123).

Kedua, Puasa Sunnah Arafah, Bukan Puasa Wukuf .
Sebagian ulama menyebutkan bahwa puasa arafah adalah puasa pada hari di mana jamaah haji melakukan wukuf di arafah. Tanpa mempertimbangkan perbedaan tanggal dan waktu terbitnya hilal.

Sementara ulama lain berpendapat bahwa hari arafah adalah hari yang bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah. Sehingga sangat memungkinkan masing-masing daerah berbeda.
Ada satu pertimbangan sehingga kita bisa memilih pendapat yang benar dari dua keterangan di atas. Terlepas dari kajian ikhtilaf mathali’ (perbedaan tempat terbit hilal) di atas. Di Hadits Shohih Rasulullah Shollahu Alaihi Wasallam Bersabda : Puasa Sunnah Arafah Menghapuskan Setahun Yang Lalu dan Setahun Yang Akan Datang (HR.Muslim : 1162) dan Tidak Di Sunnahkan Kepada Mereka Yang Sedang Wukuf Di Arafah. 
Kita sepakat bahwa islam adalah agama bagi seluruh alam. Tidak dibatasi waktu dan zaman, sebelum tiba saatnya Allah mencabut islam. Dan seperti yang kita baca dalam sejarah, di akhir dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, islam sudah tersebar ke berbagai penjuru wilayah, yang jarak jangkaunya cukup jauh. Mekah dan Madinah kala itu ditempuh kurang lebih sepekan. Kemudian di zaman para sahabat, islam telah melebar hingga dataran syam dan Iraq. Dengan alat transportasi masa silam, perjalanan dari Mekah menuju ujung wilayah kaum muslimin, bisa menghabiskan waktu lebih dari sebulan.
Karena itu, di masa silam, untuk mengantarkan sebuah info dari Mekah ke Syam atau Mekah ke Kufah, harus menempuh waktu yang sangat panjang. Berbeda dengan sekarang, anda bisa menginformasikan semua kejadian yang ada di tanah suci ke Indonesia, hanya kurang dari 1 detik. Sehingga orang yang berada di tempat sangat jauh sekalipun, bisa mengetahui kapan kegiatan wukuf di arafah, dalam waktu sangat-sangat singkat.
Di sini kita bisa menyimpulkan, jika di masa silam standar hari arafah itu mengikuti kegiatan jamaah haji yang wukuf di arafah, tentu kaum muslimin yang berada di tempat yang jauh dari Mekah, tidak mungkin bisa menerima info tersebut di hari yang sama, atau bahkan harus menunggu beberapa hari.
Jika ini diterapkan, tentu tidak akan ada kaum muslimin yang bisa melaksanakan puasa arafah dalam keadaan yakin telah sesuai dengan hari wukuf di padang arafah. Karena mereka yang jauh dari Mekah sama sekali buta dengan kondisi di Mekah.
Ini berbeda dengan masa sekarang. Hari arafah sama dengan hari wukuf di arafah, bisa dengan mudah diterapkan. Hanya saja, di sini kita berbicara dengan standar masa silam dan bukan masa sekarang. Karena tidak boleh kita mengatakan, ada satu ajaran agama yang hanya bisa diamalkan secara sempurna di zaman teknologi, sementara itu tidak mungkin dipraktekkan di masa silam.
Oleh karena itu, memahami pertimbangan di atas, satu-satunya yang bisa kita jadikan acuan adalah penanggalan. Hari arafah adalah hari yang bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah, dan bukan hari jamaah haji wukuf di Arafah. Dengan prinsip ini, kita bisa memahammi bahwa syariat puasa arafah bisa dipraktekkan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia tanpa mengenal batas waktu dan tempat.

Maka In Sha ALLAH besok pada hari Senin, 20 Agustus 2018M, kita akan melaksanakan ibadah puasa Tarwiyah (pembahasan Tarwiyah di artikel selanjutnya, red) dan Hari Selasa, 21 Agustus 2018M  kita akan melaksanakan puasa sunnah Arafah.

Semoga ALLAH mengabulkan dan menerima pahala puasa sunnah kita semua..Amiin Allahumma Aamiin .
Wallahu A’lam Bis Showab.

TIM LPI AU_AUB

Berapakah Jatah Maksimal Sohibul Qurban ?

ILUSTRASI HEWAN QURBAN

Allah perintahkan dalam al-Quran untuk memakan sebagian dari hasil qurban, dan memberikan sebagian kepada orang yang membutuhkan maupun orang yang berkemampuan.
Allah berfirman,
فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
Apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan berikanlah kepada orang yang tidak meminta-minta dan orang yang meminta… (QS. al-Hajj: 36)
Diberikan kepada orang yang tidak meminta-minta, yaitu mereka yang mampu. Statusnya sebagai hadiah.
Dan diberikan kepada orang yang meminta, yaitu mereka yang tidak mampu, statusnya sebagai sedekah.
Dalam ayat ini, Allah ta’ala tidak menjelaskan nilai pembagiannya.
Karena itu, ulama berbeda pendapat, apakah boleh semua hasil qurban dimanfaatkan oleh sohibul qurban, tanpa ada yang disedekahkan?
Perbedaan pendapat ini disebutkan an-Nawawi dalam al-Majmu’,
وهل يشترط التصدق منها بشيء أم يجوز أكلها جميعا، فيه وجهان مشهوران ذكرهما المصنف بدليلهما
Apakah disyaratkan harus mensedekahkan sebagian dari hasil qurban, ataukah boleh dimakan sendiri semuanya? Ada 2 pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafiiyah. Telah disebutkan oleh penulis (penulis al-Muhadzab) masing-masing pendapat, berikut dalilnya,
أحدهما: يجوز أكل الجميع، قاله ابن سريج وابن القاص والإصطخري وابن الوكيل، وحكاه ابن القاص عن نص الشافعي، قالوا: وإذا أكل الجميع ففائدة الأضحية حصول الثواب بإراقة الدم بنية القربة
Pertama, sohibul qurban boleh makan semuanya. Ini pendapat Ibnu Suraij, Ibnul Qash, al-Ishthakhiri, dan Ibnul Wakil. Ibnul Qash menyebutkan ada riwayat dari Imam as-Syafii. Mereka mengatakan, “Apabila sohibul qurban makan semuanya, maka manfaat berqurban adalah mendapatkan pahala dengan ibadah menyembelih dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.”
والقول الثاني وهو قول جمهور أصحابنا المتقدمين وهو الأصح عند جماهير  المصنفين، ومنهم المصنف في التنبيه يجب التصدق بشيء يطلق عليه الاسم، لأن المقصود إرفاق المساكين، فعلى هذا إن أكل الجميع لزمه الضمان
Kedua, ini pendapat jumhur ulama madzhab kami di masa silam, dan ini pendapat yang kuat menurut mayoritas penulis kitab fiqh madzhab, termasuk diantaranya adalah penulis kitab al-Muhadzab seperti yang disebutkan dalam kitab at-Tanbih, bahwa wajib untuk bersedekah dengan bagian dari hasil qurban dengan nilai yang layak untuk bisa disebut sedekah. Karena tujuan qurban adalah menyantuni orang miskin. Karena itu, jika sohibul qurban makan keseluruhan, wajib ganti rugi. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 8/416).
Yang dimaksud memberi ganti rugi adalah memberi ganti rugi sedekah senilai daging yang seharusnya dia ambilkan dari hasil qurban, untuk diberikan kepada fakir miskin. Mengingat dia memakan dan menghabiskan semua hasil qurbannya. Artinya qurbannya sah dan tidak perlu diulangi.
Di tempat lain, an-Nawawi lebih menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa harus ada yang disedekahkan dengan nilai yang layak untuk bisa disebut sedekah. dan dianjurkan lebih banyak yang disedekahkan.
فأما الصدقة منها إذا كانت أضحية تطوع، فواجبة على الصحيح عند أصحابنا بما يقع عليه الاسم منها، ويستحب أن تكون بمعظمها
Untuk masalah mensedekahkan hasil qurban, jika itu qurban anjuran, pendapat yang kuat menurut ulama madzhab kami hukumnya wajib. Disedekahkan dengan ukuran yang layak untuk disebut sedekah. Dan dianjurkan yang disedekahkan lebih banyak. (Syarh Shahih Muslim, 13/131).
Dan kita bisa mengukur, berapa nilai pemberian hasil qurban yang layak, sehingga bisa disebut sedekah? Dengan hanya memberikan daging 1 kg kepada orang yang membutuhkan, sudah bisa disebut sedekah.
Keterangan yang lain juga disampaikan al-Buhuti – ulama madzhab hambali – bahwa sedekah dari hasil qurban itu harus, meskipun hanya sedikit, selama layak disebut sedekah.
فإن أكل أكثر الأضحية أو أهدى أكثرها أو أكلها كلها إلا أوقية تصدق بها جاز، … لأنه يجب الصدقة ببعضها نيئا على فقير مسلم لعموم “وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ”
Jika sohibul qurban makan sebagian besar hasil qurban, atau sebagian besar dia hadiahkan, atau dia makan semua hasil qurban, kecuali satu uqiyah* yang dia sedekahkan, hukumnya boleh… karena wajib mensedekahkan sebagian hasil qurban dalam bentuk mentahan kepada orang miskin yang muslim. Berdasarkan teks dari perintah Allah, “Berikanlah kepada orang yang tidak meminta dan kepada orang yang meminta-minta.” (Kasyaf al-Qana’, 3/23).
Al-Buhuti juga menegaskan, jika sohibul qurban memakan semua hasil qurban, tanpa ada yang disedekahkan maka dia wajib mengganti dengan sedekah senilai yang layak disebut sedekah, misalnya satu uqiyah. (Kasyaf al-Qana’, 3/23)
*Ulama sepakat, 1 uqiyah senilai 40 dirham. Menurut jumhur itu beratnya senilai kurang lebih 201 gr. Sementara menurut Hanafiyah, itu beratnya senilai 200,8 gr. Selisih 0,2 gr yang sebenarnya tidak signifikan.
Kita tidak hendak menyimpulkan mengenai hukum sohibul qurban makan semua hasil qurbannya. Tapi dari penjelasan mereka kita bisa menyimpulkan bahwa jatah untuk sohibul qurban, tidak ada angka tertentu. Artinya, tidak harus 1/3 dan ini juga bukan angka maksimal. Sohibul qurban bisa mendapat lebih dari itu, atau kurang dari itu. Jika sohibul qurban minta lebih dari 1/3, panitia tidak berhak untuk menolaknya, karena memang itu haknya. Meskipun semakin banyak yang disedekahkan, semakin baik.
Wallahu A'lam Bis Showab ...

TIM LPI AU_AUB

Bolehkah Makan Daging Qurban / Aqiqah Oleh Pemberinya ?

Ilustrasi Hewan Kurban
Dianjurkan bagi shahibul kurban untuk ikut memakan hewan qurbannya. Bahkan ada sebagian ulama menyatakan shahibul kurban wajib makan bagian hewan qurbannya. Ini berdasarkan firman Allah:
فَكُلُواْ مِنْهَا وَأَطْعِمُواْ الْبَآئِسَ الْفَقِيرَ
“Makanlah darinya dan berikan kepada orang yang sangat membutuhkan.” (Qs. Al-Haj: 28)
Imam Al-Qurthubi mengatakan, “Kalimat ‘Makanlah darinya’ merupakan perintah yang maknanya anjuran, menurut mayoritas ulama. Dianjurkan bagi seseorang untuk makan sebagian dari kurbannya dan memberikan yang lebih banyak sebagai sedekah. Mereka juga membolehkan untuk menyedekahkan semuanya… Sebagian ulama ada yang memiliki pendapat aneh, dimana mereka mewajibkan makan hewan kurban dan menyedekahkannya sesuai dengan makna tekstual ayat.” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, 12:44).
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini mengatakan,
“Sebagian ulama berdalil dengan hadis ini untuk menyatakan wajibnya makan daging kurban. Namun ini adalah pendapat yang aneh. Adapun mayoritas ulama berpendapat bahwa perintah di atas hanyalah rukhshah (keringanan) dan sifatnya anjuran. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang sahih dari Jabir bin Abdillah
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما نحر هديه أمر من كل بدنة ببضعة فتطبخ، فأكل من لحمها، وحسا من مرقها
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah menyembelih hewannya, ia meminta sebagian daging dari untanya dan dimasak. Kemudian memakan dagingnya dan mencicipi kuahnya. (HR. Muslim).
Abdullah bin Wahb menyatakan bahwa Imam Malik pernah berkata kepadanya,
أحب أن يأكل من أضحيته؛ لأن الله يقول: فَكُلُوا مِنْهَا
“Saya senang jika sohibul kurban makan daging kurbannya. Karena Allah berfirman, yang artinya: ‘Makanlah bagian hewan kurban’.” Ibnu Wahb mengatakan, Saya bertanya kepada Al-Laits dan ia menjawab dengan jawaban yang sama. (Tafsir Ibn Katsir, 5:416).
Bagaimana dengan Aqiqah?
Para ulama menjelaskan bahwa cara penanganan akikah sama dengan cara penanganan kurban. Artinya, boleh dimakan sendiri dan disedekahkan kepada orang lain.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Cara penanganannya (hewan akikah), dimakan atau dihadiahkan atau disedekahkan, sama dengan cara penanganan untuk kurban… Ini merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i. Ibnu Sirrin mengatakan, “Silahkan kelola daging akikah sesuai kehendak kalian.” (Al-Mughni, 11:120) .

Dan Juga Hukumnya Ada Tafsil : 

1. Boleh dan bahkan disunnahkan untuk memakan sebagian dari daging Aqiqoh tersebut jika  berupa Aqiqoh Sunnah.  ” Dan kesunnahan didalam memakannya adalah 1/3 nya, tapi yang afdhol atau yang lebih utamanya tidak lebih dari 3 suapan”.

.وهي أى العقيقة وقوله كضحية أى في معظم الأحكام وهو الجنس والسن والسلامة من العيوب والنية والأكل والتصدق والإهداء والتعين بالنذر أو بالجعل كأن قال لله علي أن أعق بهذه الشاة أوقال جعلت هذه عقيقة عن ولدي فتتعين في ذلك ولا يجوز حينئذ الأكل منها رأسا وتفارق الأضحية في بعض الأحكام وهو أنه لا يجب إعطاء الفقراء منها قدر متمول نيأ وفي أنه إذا أهدى منها شيأ للغنى ملكه وفي أنها لا تتقيد بوقت بخلاف الأضحية في جميع ذلك.إعانة الطالبين ٢/٣٣٦ ,ويأكل من الأضحية المتطوع بها أى يسن له الاكل منها ثلتا على الجديد وأما الثلثان فقيل يتصدق بهما ورجحه النووي في تصحيح التنبيه وقيل يهدى ثلثا للمسلمين الأغنياء ويتصدق بثلث على الفقراء من لحمها ولم يرجح النووي في الروضة وأصلها شيأ من هذين الوجهين.الباجوري ٢/٣٠١والأفضل أن لا يأكل فوق ثلاث لقم. إعانة الطالبين ٢/٣٣٣
,فلا يأكل من العقيقة المنذورة ويأكل من العقيقة المتطوع بها. الباجوري ٢/٣٠٤

2. Tidak boleh untuk ikut memakannya jika Aqiqoh tersebut adalah berupa Aqiqoh wajib/ nadzar, begitu juga tidak boleh ikut memakannya bagi orang yang wajib dinafkahi.
 لا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أوحكماوالهدي المنذور ودم الجبران في الحج أى يحرم عليه ذلك فإن أكل من ذلك شيأ غرمه. توشيح على إبن قاسم ص :٢٧١ قوله ولا يأكل أى لا يجوز له ألأكل فإن أكل شيأ غرمه وقوله المضحي وكذا من تلزمه نفقته إلى أن قال فلا يجوز له الأكل من ذلك وكذلك العقيقة المنذورة. الباجوري ٢/٣٠٠-٣٠١,فلا يأكل من العقيقة المنذورة ويأكل من العقيقة المتطوع بها. الباجوري ٢/٣٠٤

HUKUM DAGING AQIQAH :

Hukum mengenai daging Aqiqoh seperti halnya daging Qurban boleh dimakan dagingnya (bila tidak berupa Aqiqah wajib/nadzar) dan dibagikan sebagiannya, jangan ada yang dijual. “Disunnahkan memasak dagingnya dimakan sekeluarga dan lainnya dalam rumah”. Menurut kalangan Malikiyyah hukumnya makruh menjadikan Aqiqah sebagai bentuk walimah/pesta dengan mengundang orang untuk menikmatinya. Dan Juga menurut kalangan ini membolehkan untuk memecah tulang-tulang binatang Aqiqah, tapi tidak disunahkan.

Menurut kalangan Syafi’iyyah dan Hanafiyah boleh menjadikannya walimah karena tidak terdapat dalil pelarangan tentangnya, hanya saja hukumnya Khilaf Aula (menyalahi keutaman). Tapi tulang hewan Aqiqahnya jangan dipecah sebagai bentuk pengharapan baik atas keselamatan anggauta tubuh anak yang dilahirkan berdasarkan riwayat dari ‘Aisyah ra. “Yang sunnah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama, sedang anak perempuan seekor kambing, dengan di masak per anggota badan”. [ Fiqh al-Islaam wa Adillatuhu IV/287 ].


Wallahu A'lam Bis Showab ...

TIM LPI AU_AUB

Hukum Kambing Betina Dalam Qurban, Bolehkah ?


S : Bolehkah kurban dengan kambing betina atau sapi betina? Apakah memang harus selalu jantan baik dalam kurban maupun aqiqah (akikah)? 
J :  Allah Ta’ala berfirman,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap bahimatul an’am (binatang ternak) yang telah direzkikan Allah kepada mereka” (QS. Al Hajj: 34).
     Dari Ummu Kurz, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لَا يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا
Anak laki-laki hendaklah diaqiqahi dengan 2 kambing, sedangkan anak perempuan dengan 1 kambing. Tidak mengapa bagi kalian memilih yang jantan atau betina dari kambing tersebut.” (HR. An Nasai no. 4222 dan Abu Daud no. 2835 ) .
       Imam Asy Syairozi rahimahullah mengatakan, “Jika dibolehkan jantan dan betina dalam aqiqah berdasarkan hadits di atas, maka sama halnya dengan kurban (udhiyah) boleh dengan jantan atau betina. Karena daging kambing jantan lebih enak (thoyyib). Sedangkan kambing betina lebih basah.” (Lihat Al Majmu’, 8: 222)
       Imam Nawawi rahimahullah memberi keterangan pada penjelasan Asy Syairozi tersebut, “Syarat sah dalam kurban, hewan kurban harus berasal dari hewan ternak yaitu unta, sapi dan kambing. Termasuk pula berbagai jenis unta, semua jenis sapi dan semua jenis kambing yaitu domba, ma’iz dan sejenisnya. Sedangkan selain hewan ternak seperti rusa dan keledai tidaklah sah sebagai hewan kurban tanpa ada perselisihan di antara para ulama. Begitu juga sah berkurban dengan hewan jantan dan betina dari semua hewan ternak tadi.  Tidak ada khilaf sama sekali mengenai hal ini menurut kami.” (Al Majmu’, 8: 222).
      Dari sini jelaslah, boleh atau sah-sah saja berkurban atau melakukan akikah dengan kambing atau sapi betina.
Wallahu A'lam Bis Showab .
TIM LPI AU_AUB

Suasana Talim / Belajar di Mahad, Th. Ajaran 1439H-1440H / 2018M-2019M

 Sebagian Dari Talamidzh Ma'had Sedang Mengerjakan Tugas ( 1 )

 Sebagian Dari Talamidzh Ma'had Sedang Mengerjakan Tugas ( 2 )

Sebagian Dari Talamidzh Ma'had Sedang Mengerjakan Tugas ( 3 )

Suasana Kelas Ta'lim Talamidzah Ma'had ( 1 )

 Suasana Kelas Ta'lim Talamidzah Ma'had ( 2 )

 Suasana Kelas Ta'lim Talamidzah Ma'had ( 3 )

 Suasana Kelas Ta'lim Talamidzah Ma'had ( 4 )

 Suasana Kelas Ta'lim Talamidzah Ma'had ( 5 )

 Suasana Kelas Ta'lim Talamidzah Ma'had ( 6 )

 Suasana Kelas Ta'lim Talamidzah Ma'had ( 7 )

 Suasana Kelas Ta'lim Talamidzah Ma'had ( 8 )

Suasana Kelas Ta'lim Talamidzah Ma'had ( 9 )


TIM LPI AU_AUB