Shalat merupakan tiang agama dan kunci kebaikan amal manusia. Shalat juga merupakan obat yang bisa menyembuhkan penyakit-penyakit hati, kejelakan jiwa dan penyakit ruhani lainnya.
Shalat juga merupakan sesuatu yang dapat menghilangkan pekatnya dosa-dosa dan kemaksiatan. Berkaitan dengan gambaran itu Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Shalat juga merupakan sesuatu yang dapat menghilangkan pekatnya dosa-dosa dan kemaksiatan. Berkaitan dengan gambaran itu Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَىْءٌ. قَالُوا لاَ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَىْءٌ .قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا. رواه مسلم
Artinya: “Apa pendapat kalian, seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang dari kalian, dia mandi di sungai itu lima kali sehari; Apakah ada kotoran/daki yang tersisa?” Mereka menjawab, “Tidak akan ada kotoran yang tersisa sedikitpun.” Nabi berkata, “Demikianlah permisalan shalat lima waktu. Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan dengan sebab shalat.”(HR.Muslim).
Panggilan shalat yang bergema di segenap penjuru, adzan yang menembus telinga untuk membangunkan jasad yang bercahaya dengan keimanan dan hati yang khusyu’. Dengan khusu’ seseorang yang shalat dapat menyatukan antara keberhasilan lahiriyah dan kebersihan batiniyah. Dengan kekhusyu’an, akan diampuni dosa-dosa dan dihapus kesalahan-kesalahan, dan ditulislah shalat di timbangan kebaikan, sebagaimana disebutkan dalam shahih Imam Muslim, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
Artinya: “Tidaklah seorang muslim mendapati shalat wajib, kemudian dia menyempurnakan wudhu, khusyu’ dan ruku’nya, kecuali akan menjadi penghapus bagi dosa-dosanya yang telah lalu, selama tidak melakukan dosa besar, dan ini untuk sepanjang masa.” (HR. Muslim).
Shalat juga apabila dihiasi dengan khusyu’ dan kebersihan jiwa dalam perkataan, dan gerakkannya dihiasi dengan kerendahan, ketulusan, pengagungan, kecintaan dan ketenangan, sungguh ia akan bisa penahan perilaku diri dari kekejian dan kemungkaran. Hatinya bersinar, keimanannya meningkat, kecintaannya semakin kuat, untuk melaksanakan kebaikan, dan keinginannya untuk berbuat kejelakan akan sirna. Dengan khusyu’ dan kebersihan jiwa, bertambahlah munajat seseorang kepada Rabbnya, demikian pula kedekatan Rabbnya kepadanya. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’I meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَا يَزَالُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مُقْبِلًا عَلَى الْعَبْدِ فِي صَلَاتِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ فَإِذَا الْتَفَتَ انْصَرَفَ عَنْهُ
“Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan berhenti menghadap hambaNya di dalam shalatnya, selama dia (hamba) tidak berpaling. Apabila dia memalingkan wajahnya, maka Allah pun berpaling darinya.”
Sesungguhnya shalat adalah kobaran api pertempuran bersama setan, pertempuran was-was dan bisikan-bisikannya, karena kita berdiri pada tempat yang agung, paling dekatnya kedudukan (dengan Allah) dan paling dibenci setan. Kemudian setan menghiasi di depan pandangan kita dengan kesenangan, menawarkan keindahan dan godaan. Syetan juga mengingatkan yang kita lupakan, sehingga dia merasa senang ketika shalat kita rusak, sebagaimana baju yang usang, rusak, tidak mendapatkan pahala dan tidak pula mendapatkan keutamaaan. Dan semua itu dapat diatasi dengan shalat berjamaah, merapatkan shaf dengan kekhusyu’an dan kebersihan jiwa dapat meningkatkan daya tangkal godaan setan.
Hal itulah yang menjadi alasan mengapa Shalat berjamaah merupakan ibadah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah Saw. Sebagaimana sabdanya, “Shalat berjamaah lebih afdhal dari shalat sendirian dua puluh tujuh derajat”. Ketika shalat berjamaah, meluruskan dan merapatkan shaf (barisan) sangat diperintahkan, sebagaimana di dalam sabda Nabi Saw. Artinya, “Luruskan shafmu, karena sesungguhnya meluruskan shaf itu merupakan bagian dari kesempurnaan shalat”. (Muttafaq ‘Alaih). Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda:
“Rapatkan barisan kamu, karena demi Allah, sesungguhnya aku melihat syaitan masuk ke sela-sela barisan shalat” (HR. Imam Abu Dawud Aw kamaqal)
Dijelaskan di dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhariy dan Al-Imam Muslim dari shahabat Abu Abdillah An-Nu’man bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
لَتُسَوُّنَّ سُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
“Benar-benar kalian luruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak), maka sungguh Allah akan memalingkan antar wajah-wajah kalian (menjadikan wajah-wajah kalian berselisih).” (HR. Imam Bukhari)
Para ulama berbeda pendapat tentang makna “berpalingnya atau berselisihnya wajah”. Sebagian ulama berpendapat, bahwasanya maknanya adalah sungguh Allah Swt. akan memalingkan antar wajah-wajah mereka dengan memalingkan sesuatu yang dapat dirasakan panca indera, yaitu dengan memutar leher, sehingga wajahnya berada dibelakangnya, dan Allah Swt. Maha Mampu atas segala sesuatu. Adapun ulama yang lain berpendapat, bahwa yang dimaksudkan perselisihan di sini adalah perselisihan maknawiyyah, yakni berselisihnya hati, karena hati itu mempunyai arah, maka apabila hati itu bersepakat terhadap satu arah, satu pandangan, satu aqidah dan satu manhaj, maka akan didapatkan kebaikan yang banyak. Akan tetapi sebaliknya apabila hati berselisih maka ummat pun akan berpecah belah.
Apakah fenomena jama`ah, masyarakat, dan bangsa kita saat ini merupakan gambaran dari tidak rapat dan tidak lurus shalat jama’ah kita? Dimana tidak sedikit orang dalam masyarakat kita saat ini yang “senyummu adalah racun bagiku”, di depan kita menebarkan senyum, namun di belakang kita menerkam, menusuk bahkan mencabik-cabik diri kita dengan tanpa belas kasih lagi.
Dengan demikian secara maknawiyah, Shalat berjamaah merupakan cermin untuk mewujud kesatuan umat Islam. Ketika melaksanakan shalat, visi dan misi kita satu, yakni penghambaan total kepada Allah Swt. dalam menggapai keridlaan-Nya . Ketaatan kepada pemimpin pun tercermin dalam shalat berjamaah. Tidak peduli dari golongan, suku, ras atau pun organisasi mana sang imam, komandonya tetap diikuti para makmum. Perbedaan firqoh, ormas, parpol, atau kepentingan duniawi, lebur dalam kesamaan visi dan misi beribadah kepada Allah Swt melalui kerapatan shaf barisan dalam shalat jama’ah.
Semoga kita diberikan kekuatan oleh Allah SWT. untuk mau meneladani Rasulullah SAW seutuhnya disetiap amal ibadah, disetiap raka`at shalat kita, makmum senantiasa meluruskan shaf dan menutup celahnya (merapatkannya). Dan makmum baru bergerak apabila selesai aba-aba Allahu Akbar oleh imam, jangan sekali-kali mendahului imam dan tidak pula memperlambat suatu gerakan; alangkah indahnya kalau gerakan juga diselaraskan dengan gerakan sesama makmum yang disebelah, kita semua pada dasarnya tahu posisi kita, mungkin kaki-kaki kita bergeser disetiap raka`at sehingga barisan/shaf menjadi tidak lurus. jangan ragu untuk segera meluruskan, merapatkan sehingga nilai ibadah ada nilai plus.
Musthofa Achmad Baradja, Lc
EmoticonEmoticon