Dalil Tentang Larangan Ucapan Natal


       Berikut adalah beberapa fatwa ulama seputar natal. Bolehkah seorang muslim mengucapkan selamat natal?
Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca : cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.

       Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As-Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka,  mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu-
       Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni ini, kita mendapat titik terang mengenai permasalahan ini.

Fatwa Pertama – Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama

       Berikut adalah fatwa seorang ulama, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.
       Beliau  pernah ditanya, “Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”

       Beliau menjawab : Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’.  Beliau mengatakan,“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.

       Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

       Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39] : 7)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5] : 3)



[Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?]

       Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk.
Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron [3] : 85)

[Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?]

       Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.

[Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?]

       Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Fatwa Kedua – Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka
              Seorang Syaikh ditanya : Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?
Beliau rahimahullah menjawab :
       Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)
Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena dulu ketika kecil, Yahudi tersebut pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam.

       Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu.

Fatwa Ketiga –  Merayakan Natal Bersama

       Pertanyaan : Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?
Jawab :
       Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini  termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah [5] : 2)


Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan :

Pertama, Kita –kaum muslimin- diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.

Kedua, Kaum muslimin juga diharamkan mengucapkan ‘selamat natal’ kepada orang Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim. Jadi, cukup ijma’ kaum muslimin ini sebagai dalil terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’ ini akan mendapat ancaman yang keras sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’minKami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. An Nisa’ [4] : 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.

Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak melarang mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru. Karena ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’ adalah sumber hukum Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’ juga wajib diikuti sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115 di atas karena adanya ancaman kesesatan jika menyelisihinya.

Ketiga, jika diberi ucapan selamat natal, tidak perlu kita jawab (balas) karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.

Keempat, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.

Kelima, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.

Keenamdiharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan dalam rangka mengikuti orang kafir pada hari tersebut.

       Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum muslimin diberikan Hidayah oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang terlarang ini. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan. Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik.

Wallahu A'lam Bis Showaab...

TIM LPI AU_AUB

Kunjungan Dakwah Al-Ustadz Musthofa Achmad Baradja Ke MASJID NAMIRA, Lamongan-Jawa Timur

Masjid NAMIRA Bagian Depan

Lamongan - Masjid Namira. Sepintas, masjid satu ini memang lain dari yang lain. Bangunan masjid yang terletak di Desa Jotosanur, Kecamatan Tikung, Lamongan ini lebih menyerupai bangunan masjid minimalis seperti layaknya masjid-masjid di timur tengah.

Masyarakat dan jamaah dibuat takjub dengan bangunan yang megah dan halaman parkir yang luas serta suasana bersih dan asri. Tak hanya itu saja kekhasan yang dimiliki Masjid Namira. Saat masuk ke masjid yang dibangun tahun 2013 lalu, sebuah kiswah berukuran besar di bagian depan mihrab imam yang sengaja didatangkan dari Masjidil Haram, berdiri kokoh dan dilindungi kaca. Kiswah-kiswah berukuran kecil pun juga dipajang di sekeliling area dalam masjid, menambah ketakjuban.

Halaman MASJID NAMIRA Yang Luas

Tak hanya kiswah, masyarakat dan jamaah bisa mencium wewangian khas Tanah Suci Mekkah seakan menambah kerinduan akan Baitullah. Tak bisa dipungkiri, siapa saja yang menginjakkan kaki ke dalam masjid juga dimanjakan dengan empuknya karpet seperti berada di Roudhoh Madinah atau rumah Rasulullah Shollahu Alaihi Wasallam. Suasana adem dan khusyuk pun terasa saat menjalankan salat.

Fasilitas-fasilitas masjid milik warga Lamongan ini juga menyediakan kursi roda dan tempat duduk bagi jamaah yang tidak bisa melakukan salat dengan berdiri. Tak jarang, pengunjung dari bebagai daerah itu juga bisa jadi ajang berswafoto.

Tak hanya arsitektur bangunan masjid saja yang disamakan. Tata letak tempat wudhu juga dibangun dengan nuansa khas Masjidil Haram dan Madinah. 


Moment Al-Ustadz Musthofa Achmad Baradja Di Depan Kiswah Ka'bah Yang Berada Di-Dalam MASJID NAMIRA.

Wakil Takmir Masjid Namira, Ahrian Saifi mengatakan, sebelumnya masjid memiliki luas 1 hektar dan mampu menampung 500 jamaah. Namun pada perkembangannya, masjid ini diperluas dan dibangun lagi kurang lebih 2,7 hektar dan mampu menampung tiga kali lipat dari bangunan sebelumnya.

Menurutnya, nama Masjid Namira kita ambil dari nama salah satu masjid yang ada di Padang Arofah Arab Saudi. "Nama Masjid Namira kita ambil dari nama salah satu masjid yang ada di Padang Arofah di Arab Saudi," jelasnya.


Ramadhan tahun 2017 ini, menurut Ahrian, adalah puasa pertama di lokasi pembangunan Masjid Namira yang baru. Masjid Namira dibuka pertama kali 1 Juni 2013 lalu. "Kita perluas karena saat ini parkir sepertinya kurang luas dan bisa menampung banyak jamaah," kata Ahrian kepada detikcom saat ditemui di lokasi, Kamis (15/6/2017).

Masjid NAMIRA, Lamongan.

Sementara untuk perawatan Masjid Namira, Ahrian tidak bersedia menjelaskan berapa biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan kiswah dari Arab Saudi dan wewangian khas tanah Arab tersebut. Namun informasi yang didapat, setiap bulan Masjid Namira menghabiskan dana lebih dari Rp 500 juta.

Selama satu bulan, biaya perawatan masjid menelan setidaknya Rp 200 juta yang sebagian besar digunakan untuk listrik. Sementara, ustadz yang menjadi imam yang berjumlah 6 orang di masjid ini hafidz-hafidz dengan bacaan Al Qurannya seperti di Arab Saudi.

Ahrian mengaku, Masjid Namira sengaja dibangun seperti di Arab Saudi agar masyarakat yang belum berkesempatan datang ke tanah suci atau rindu suasana Masjidil Haram bisa merasakan nuansa itu di masjid ini. Dan bangunan masjid sengaja dibangun minimalis agar bisa didatangi semua golongan dan merasakan hal yang sama. 

Masjid NAMIRA Dilihat Dari Udara.

"Dengan bangunan yang mirip di Arab Saudi ini, kami berharap semua golongan bisa masuk di masjid ini," tuturnya.

Masjid Namira saat ini salah satu masjid di Lamongan yang menjadi jujugan sejumlah orang untuk beribadah. Saat ramadan, banyak pengunjung yang melakukan ngabuburit di masjid. Sebab, pihak pengurus menyediakan takjil bagi yang datang. Dan bagi pengunjung bisa mengikuti salat tarawih yang digelar sebanyak 2 kali. Dengan imam salat tarawih yang sengaja didatangkan dari timur tengah. Tak hanya jadi jujugan untuk ngabuburit dan salat, masjid milik perseorangan ini seringkali digunakan sebagai tempat akad nikah, pengajian dan lain-lain.


TIM LPI AU_AUB

Suasana Imtihan Semester Ganjil Th.Ajaran 1438H-1439H / 2017M-2018M


Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidzah (Santriwati).

Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidzah (Santriwati).

 Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidzah (Santriwati).

 Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidzah (Santriwati).

Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidzah (Santriwati).

 Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidzah (Santriwati).

 Para Talamidzah (Santriwati) Berkewajiban Untuk Menyetor Hafalan Al-Qur'an Di Setiap Minggunya.

Para Talamidzah (Santriwati) Berkewajiban Untuk Menyetor Hafalan Al-Qur'an Di Setiap Minggunya.

TIM LPI AU_AUB

Suasana Imtihan Semester Ganjil Th.Ajaran 1438H-1439H / 2017M-2018M

Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidz (Santriwan).

 Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidz (Santriwan).

Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidz (Santriwan).

 Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidz (Santriwan).

 Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidz (Santriwan).

Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidz (Santriwan).

Suasana Imtihan (Ujian) Para Talamidz (Santriwan).

Ustadz Muhammad Afif menyampaikan nasihat kepada murid-murid di hari terakhir imtihan.

Ustadz Muhammad Lukman menyampaikan nasihat kepada murid-murid di hari terakhir imtihan.

Ustadz Muthohhar Achmad Baradja menyampaikan nasihat kepada murid-murid di hari terakhir imtihan.

Sebagian Talamidz Ma'had Baradja.

TIM LPI AU_AUB

Suasana Maulid Nabi Muhammad Shollahu Alaihi Wasallam Di Mahad Baradja

Foto Sebagian Murid-Murid Ma'had Yang Membawakan Bacaan Sejarah Tentang Kelahiran Nabi Muhammad Shollahu Alaihi Wasallam.

Ustadz Musthofa Achmad Baradja (Tengah, red) sedang Memberikan Arahan Kepada Santri-Santri Ma'had Baradja.


Ustadz Muthohhar Achmad Baradja (Sebelah Kiri, red) Juga Membacakan Sejarah Kelahiran Rasulullah Shollahu Alaihi Wasallam.


Latihan Berceramah Sangatlah Penting Bagi Setiap Santriwan & Santriwati Ma'had Baradja, Yang Mana Pada Kesempatan Ini Di Wakilkan Oleh Santri Bernama Ammar Ali Assegaf.

TIM LPI AU_AUB

3 Pengorbanan Nabi Muhammad Shollahu Alaihi Wasallam Yang Sangat Mengharukan




Saudara-saudaraku, momentum Maulid Nabi seharusnya menjadikan kita lebih mencintai Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, lalu kecintaan itu membuat kita mengikuti beliau dan meneladaninya. Jangan sampai, maulid Nabi justru membuat kita semakin jauh dari sunnahnya.

Untuk lebih mencintai Nabi, mendekati tanggal 12 Rabiul Awal yang diyakini sebagai hari kelahiran Rasulullah, Maulid Nabi, perlu kita putar kembali ingatan kita kepada besarnya kasih sayang dan pengorbanan beliau untuk umatnya. Kasih sayang itu, bahkan menjadi sifat Rasulullah yang difirmankan Allah Ta'ala:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin (QS. At-Taubat : 128)

Dalam menjelaskan ayat ini, Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur'an mengatakan, "Allah tidak mengatakan 'rasul dari kalian' tetapi mengatakan 'dari kaummu sendiri'. Ungkapan ini lebih sensitif, lebih dalam hubungannya dan lebih menunjukkan ikatan yang mengaitkan mereka. Karena beliau adalah bagian dari diri mereka, yang bersambung dengan mereka dengan hubungan jiwa dengan jiwa, sehingga hubungan ini lebih dalam dan lebih sensitif."

Sedangkan Ibnu Katsir dalam Tafsir Qur'anil Adzim berkata, "Allah SWT menyebutkan limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada orang-orangy mukmin melalui seorang rasul yang diutus oleh-Nya dari kalangan mereka sendiri, yakni dari bangsa mereka dan sebahasa dengan mereka."

Diantara kasih sayang dan pengorbanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah tiga hal berikut:


1. Selalu Menginginkan Keselamatan dan Kebaikan bagi Umatnya

Rasulullah senantiasa menginginkan keselamatan dan kebaikan bagi umatnya, meskipun pada saat itu mereka masih menentang dakwah Rasulullah. Bahkan memusuhi dan menyakiti hati Sang Nabi. Rasulullah tidak ingin umatnya diadzab Allah, meskipun malaikat telah datang menawarkan bantuan, seakan malaikat itu sudah tidak sabar dengan penderitaan Muhammad akibat permusuhan kaum/kabilah tertentu.

Hari itu, Rasulullah berdarah-darah. Kakinya terluka oleh lemparan batu penduduk Thaif. Bukannya menerima dakwah Rasulullah, mereka justru mengusir Rasulullah dengan cacian dan batu. Betapa sedih hati Rasulullah saat itu. Kesedihannya bukan karena merasakan sakitnya darah mengalir, tetapi karena umatnya belum mendapat hidayah. Jika air mata Rasulullah berlinang pada saat itu, itu bukan karena perihnya luka, tetapi karena sayangnya beliau kepada umat.

Rasulullah kemudian bersimpuh, berdoa kepada Allah dengan doa yang menyayat hati, terutama bagi Zaid bin Haritsah yang menemani beliau saat itu: "Ya Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahan kekuatanku, kekurangan siasatku dan kehinaanku di hadapan manusia. Engkau Yang Paling Pengasih, Engkau adalah Tuhannya orang-orang lemah, Engkaulah Tuhanku, kepada siapa hendak Kau serahkan diriku? Kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, ataukah musuh yang akan menguasai urusanku? Aku tidak peduli asalkan Engkau tidak murka kepadaku, sebab sungguh teramat luas rahmat yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung dengan DzatMu yang menyinari segala kegelapan dan yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik, agar Engkau tidak menurunkan kemarahanMu kepadaku atau murka kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan kekuatan selain denganMu"

Saat itulah kemudian malaikat datang kepada beliau dengan menawarkan bantuan untuk menghukum penduduk Thaif. "Wahai Rasulullah, berilah aku perintahmu. Jika engkau mau aku menghimpitkan kedua bukit ini pun niscaya aku akan lakukan!" 

Rasulullah menjawab, "Jangan... Jangan! Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun... !" Berkat doa Rasulullah ini, beberapa tahun kemudian penduduk Thaif menjadi ahli tauhid. Bahkan ketika ada kasus murtad sepeninggal Rasulullah, Thaif merupakan salah satu daerah yang steril dari kemurtadan.

Pada kesempatan yang lain, sahabat beliau Thufail bin Amr datang mengadukan kaumnya yang tidak mau menerima dakwah, bahkan menentangnya. Thufail meminta Rasulullah berdoa kepada Allah untuk kehancuran penduduk Daus, namun beliau berdoa dengan doa lain yang membuatnya terpesona. “Ya Allah, tunjukilah penduduk Daus dan bawalah mereka ke sini sebagai orang-orang Islam,” berkat doa Rasulullah ini, kelak ketika seusai perang Khaibar penduduk Daus datang ke Madinah untuk memberikan kabar gembira keislaman mereka. Tak kurang dari 80 keluarga datang bersama Thufail saat itu.

Demikian juga dalam banyak kesempatan yang lain. Ketika orang-orang Quraisy dan kafir lainnya menentang Rasulullah dan mencaci makinya, beliau kerap membalas kejahatan mereka dengan doa: "Allaahummahdii qaumii, fainnahum laa ya'lamuun" (Ya Allah, ampunilah kaumku. Sesungguhnya mereka belum mengetahui).

Keinginan Rasulullah agar umatnya berada dalam keselamatan dan kebaikan serta terhindar dari adzab ini diijabahi Allah dengan ketentuanNya. Dia mengistimewakan umat Muhammad dengan tidak menurunkan adzab kepada mereka. Tidak seperti kaum terdahulu, di saat mereka ingkar kepada ajaran Nabi, mereka dihukum dengan adzab yang menghancurkan dan menghabisi riwayat kaum tersebut.

2. Memberi Syafaat bagi Umatnya

Inilah kasih sayang dan pengorbanan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang kedua, yang tidak dimiliki oleh para nabi sebelumnya. Yakni syafaat untuk umat. 

Sebenarnya, setiap Nabi diberikan doa mustajab oleh Allah. Namun, nabi-nabi sebelumnya telah menggunakan doa tersebut, sebagiannya sebagai senjata pamungkas untuk menghancurkan orang-orang kafir dengan adzab Allah. Adapun Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, beliau menyimpan doa tersebut sebagai syafaat bagi umatnya, kelak di hari hisab.

Rasulullah bersabda:


لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِىٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّى اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لأُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِىَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِى لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
"Setiap Nabi memiliki doa yang mustajab, maka setiap nabi menyegerakan doanya. Dan sesungguhnya aku menyembunyikan doaku sebagai syafa'at bagi umatku pada hari kiamat. Dan insya Allah syafa'atku untuk setiap orang yang mati dari kalangan umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun" (HR. Muslim)

Subhanallah… Rasulullah bersabar dengan kesabaran yang sempurna, bahkan tidak dimiliki oleh Nabi sebelumnya, untuk tidak menggunakan "doa pamungkas" itu kecuali di akhirat nanti, sebagai syafaat bagi umatnya.

Dalam hadits lain yang sangat panjang, dikisahkan bahwa nanti di hari kiamat manusia ingin memperoleh syafaat. Mereka datang meminta syafaat kepada Nabi Adam, Ibrahim, Nuh, Musa, dan Isa. Tetapi semuanya malu meminta syafaat kepada Allah. Maka mereka pun mendatangi Rasulullah, dan beliau pun memintakan syafaat kepada Allah.

3. Meringankan Sakaratul Maut Umatnya

Kasih sayang dan pengorbanan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang tidak kalah besarnya terjadi pada akhir hayat beliau. Saat itu, Malaikat maut ditemani Jibril datang kepada beliau mengabarkan hendak mencabut nyawa beliau.

“Bolehkah aku masuk?” kata seseorang yang mengetuk pintu rumah Rasulullah. Saat itu Fatimah menunggui sang Nabi. 
“Maaf, ayahku sedang demam,” jawab Fatimah.
Tetapi, Rasulullah yang tahu bahwa tamu itu adalah malaikat, beliau menyuruh Fatiman mempersilakan. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” Fatimah menahan tangis, sadar akan berpisah dengan ayah tercinta. 

Malaikat maut datang menghampiri, lalu mengajak Jibril setelah Rasulullah menanyakannya. 
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah, suaranya telah melemah. 
“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu, ” kata Jibril. 
Di saat seperti itu, Rasulullah tetap memikirkan umatnya. Beliau tidak puas dengan jawaban Jibril untuk beliau saja.
“Engkau tidak senang mendengar khabar ini wahai kekasih Allah?” tanya Jibril. “Wahai Jibril, bagaimana dengan nasib umatku kelak?” 
“Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.
Setelah itu, sesuai perintah Allah, malaikat maut perlahan-lahan mencabut ruh Rasulullah. Fatimah dan Ali yang duduk di dekat Nabi tak kuasa menahan air mata. Bahkan Jibril juga tak "tega." Namun, Rasulullah justru meminta agar beliau menanggung sakaratul maut umatnya. 
“Ya Allah, dahsyat nian sakaratal maut ini, biarlah aku menanggung sakaratul maut ini, jangan (beratkan sakaratul maut) pada umatku," pinta Rasulullah. Setelah berwasiat “Ummatii, ummatii, ummatiii!” beliaupun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Sang Nabi terakhir yang sangat mencintai umatnya itupun menghadap Allah untuk selamanya. Fatimah dan Ali tak kuasa menahan duka dan kesedihan. 

Kita pun sangat pantas bersedih, bahkan di saat kita belum melakukan apapun untuk Islam, Rasulullah telah menanggung (sebagian) sakitnya sakaratul maut kita. 

Pertanyaannya, apakah kita kemudian terpanggil untuk lebih mencintai Nabi, mengikuti dan meneladaninya? Semoga momentum maulid Nabi membuat kita sadar kasih sayang dan pengorbanan Rasulullah, lalu kita pun mencintai Nabi, mengikuti dan meneladaninya. Wallaahu a'lam bish shawab.


TIM LPI AU_AUB

Keberangkatan Jamaah Umroh PT.Arofahmina Dengan Ust.H.Musthofa Achmad Baradja, Tanggal 21 Nopember 2017M (5)

Foto Kenangan Di Depan Museum Al-Haramain, Mekah Al-Mukarromah.

Ustadz Musthofa Achmad Baradja Memberikan Penjelasan Sejarah Kota Mekkah Di Museum Al-Haramain.

Ustadz Musthofa Achmad Baradja Memberikan Penjelasan Sejarah Kota Mekkah Di Museum Al-Haramain.

Ustadz Musthofa Achmad Baradja Memberikan Penjelasan Sejarah Kota Mekkah Di Museum Al-Haramain.

Foto Kenangan Saat Di Padang Arofah, Mekkah Al-Mukarromah. 


TIM LPI AU_AUB

Keberangkatan Jamaah Umroh PT.Arofahmina Dengan Ust.H.Musthofa Achmad Baradja, Tanggal 21 Nopember 2017M (4)

Niat Ihram Umroh Dari Miqot Biir Ali (Masjid DzhilHulaifah).

Ustadz Musthofa Memberikan Arahan Pemakaian Kain Ihram Kepada Para Jama'ah.

Mengingatkan Larangan Kepada Para Jama'ah Umroh Sangat Penting Sebelum Perjalanan Ke Mekkah.

Para Jamaah Umroh Travel Arofahmina Telah Siap Melaksanakan Ibadah Umroh Perdana Mereka.

Prosesi Thawaf Jamaah Umroh PT.Arofahmina Yang Dimpimpin Oleh Al-Ustadz Musthofa Achmad Baradja.

Prosesi Thawaf Jamaah Umroh PT.Arofahmina Yang Dimpimpin Oleh Al-Ustadz Musthofa Achmad Baradja.

Alhamdulillah Prosesi Ibadah Umroh Telah Selesai Dengan Lancar.

Foto Kenangan di Bukit Marwah Setelah Tahallul, Al-Ustadz H. Musthofa Achmad Baradja, Lc Bersama Prof. Dr. Drs. H. Widi Hidayat, M.Si., Ak., CMA.


TIM LPI AU_AUB