Hukuman Bagi Yang Menghina Al-Quran


       Ayat-ayat Al-Qur’an secara tegas telah menerangkan bahwa orang yang menghina, melecehkan dan mencaci maki Allah Ta’ala, atau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam atau agama Islam adalah orang yang kafir murtad jika sebelumnya ia adalah seorang muslim. Kekafiran orang tersebut adalah kekafiran yang berat, bahkan lebih berat dari kekafiran orang kafir asli seperti Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik.
       Adapun jika sejak awal ia adalah orang kafir asli, maka tindakannya menghina, melecehkan dan mencaci maki Allah Ta’ala, atau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam atau agama Islam tersebut telah menempatkan dirinya sebagai gembong kekafiran dan pemimpin orang kafir. Di antara dalil dari Al-Qur’an yang menegaskan hal ini adalah:

Pertama firman Allah Ta’ala:
وَإِنْ نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ مِنْ بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ ۙ إِنَّهُمْ لَا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ

“Jika mereka merusak sumpah (perjanjian damai)nya sesudah mereka berjanji dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti.” (QS. At-Taubah [9]: 12)

       Dalam ayat yang mulia ini, Allah menyebut orang kafir yang mencerca dan melecehkan agama Islam sebagai aimmatul kufri, yaitu pemimpin-pemimpin orang-orang kafir. Jadi ia bukan sekedar kafir biasa, namun gembong orang-orang kafir. Tentang hal ini, imam Al-Qurthubi berkata:
“Barangsiapa membatalkan perjanjian damai dan mencerca agama Islam niscaya ia menjadi pokok dan pemimpin dalam kekafiran, sehingga berdasar ayat ini ia termasuk jajaran pemimpin orang-orang kafir.” (Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an, 8/84)
       Imam Al-Qurthubi berkata, “Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini atas wajibnya membunuh setiap orang yang mencerca agama Islam karena ia telah kafir. Mencerca (ath-tha’nu) adalah menyatakan sesuatu yang tidak layak tentang Islam atau menentang dengan meremehkan sesuatu yang termasuk ajaran Islam, karena telah terbukti dengan dalil yang qath’i atas kebenaran pokok-pokok ajaran Islam dan kelurusan cabang-cabang ajaran Islam.
       Imam Ibnu Al-Mundzir berkata, “Para ulama telah berijma’ (bersepakat) bahwa orang yang mencaci maki Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam harus dibunuh. Di antara yang berpendapat demikian adalah imam Malik (bin Anas), Laits (bin Sa’ad), Ahmad (bin Hambal) dan Ishaq (bin Rahawaih). Hal itu juga menjadi pendapat imam Syafi’i.” (Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an, 8/82)
       Imam Ibnu Katsir berkata, “Makna firman Allah mereka mencerca agama kalian adalah mereka mencela dan melecehkan agama kalian. Berdasar firman Allah ini ditetapkan hukuman mati atas setiap orang yang mencaci maki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam atau mencerca agama Islam atau menyebutkan Islam dengan nada melecehkan. Oleh karena itu Allah kemudian berfirman maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti, maksudnya mereka kembali dari kekafiran, penentangan dan kesesatan mereka.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 4/116)

Kedua Firman Allah Ta’ala:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ. 
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?”
Tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir sesudah kalian beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kalian (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah [9]: 65-66)

       Tentang sebab turunnya ayat ini, para ulama tafsir seperti imam Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mundzir dan Jalaluddin As-Suyuthi telah meriwayatkan hadits dari lbnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam dan Qatadah bahwa dalam perang Tabuk ada orang yang berkata, “Kita belum pernah melihat orang-orang seperti para ahli baca Al-Qur`an ini. Mereka adalah orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut dalam peperangan.” Para ahli baca Al-Qur’an yang mereka olok-olok tersebut adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang ahli baca Al-Qur`an.
       Mendengar ucapan itu, Auf bin Malik berkata: “Bohong kau. Justru kamu adalah orang munafik. Aku akan memberitahukan ucapanmu ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Auf bin Malik segera menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melaporkan hal tersebut kepada beliau. Tetapi sebelum ia sampai, wahyu Allah (QS. At-Taubah [9]: 65-66) telah turun kepada beliau.
       Ketika orang yang ucapannya dilaporkan itu datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau telah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya. Maka orang itu berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah! Sebenarnya kami tadi hanya bersenda-garau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang-orang yang bepergian jauh untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan jauh kami.”
       Ibnu Umar berkata, “Aku melihat dia berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan kedua kakinya tersandung-sandung batu sambil berkata: “Sebenarnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja.”
       Namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya kepadanya: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Beliau hanya mengatakan hal itu dan tidak memberikan bantahan lebih panjang lagi. (Jami’ul Bayan fi Ta’wili Ayyil Qur’an, 14/333-335, Tafsir Ibnu Abi Hatim, 6/1829-1830 dan Ad-Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur, 4/230-231)
       Ayat di atas menegaskan bahwa orang tersebut menjadi orang kafir murtad, padahal sebelumnya ia seorang muslim yang beriman, karena ia mengucapan olok-olokan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabat. Padahal olok-olokan tersebut menurut pengakuannya sekedar gurauan dan obrolan biasa sekedar pengusir kepenatan dalam perjalanan jauh perang Tabuk. Maka bagaimana lagi dengan caci makian, pelecehan dan ejekan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam secara terang-terangan? Tak diragukan lagi, hal tersebut merupakan kemurtadan dan kekafiran.

       Imam Abu Bakar Al-Jashash Al-Hanafi berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang bercanda dan orang yang serius itu hukumnya sama saat ia mengucapkan kalimat kekufuran secara terang-terangan tanpa adanya paksaan (siksaan berat terhadapnya untuk mengucapkannya). Karena orang-orang munafik tersebut menyatakan bahwa ucapan yang mereka ucapkan tersebut hanyalah sendau gurau belaka. Maka Allah memberitahukan kepada mereka bahwa mereka telah kafir dengan sendau gurauan mereka itu.
       Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri dan Qatadah bahwa orang-orang tersebut mengatakan dalam perang Tabuk: “Apakah orang ini (nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam) berharap bisa menaklukkan istana-istana dan benteng-benteng di negeri Syam? Mustahil, mustahil.”
       Maka Allah memberitahukan bahwa ucapan tersebut adalah sebuah kekafiran mereka, baik mereka mengucapkannya dengan bercanda maupun serius. Maka ayat ini menunjukkan kesamaan hukum (kekafiran) atas orang yang mengucapkan kalimat kekufuran secara terang-terangan, baik ia bercanda maupun serius. Ayat ini juga menunjukkan bahwa mengolok-olok ayat-ayat Allah atau sebagian dari syariat (ajaran) agama-Nya menyebabkan pelakunya kafir.” (Ahkamul Qur’an, 4/348-349)
       Dari ayat di atas dan uraian sebab turunnya ayat tersebut, bisa diketahui bahwa Allah Ta’ala menganggap olok-olokan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam atau olok-olokan terhadap generasi sahabat sebagai olok-olokan terhadap Allah Ta’ala dan ayat-ayat Allah Ta’ala. Hal itu karena Allah Ta’ala dalam banyak ayat Al-Qur’an telah memuji dan meridhai generasi sahabat (lihat misalnya QS. Al-Fath [48]: 18 dan 29, At-Taubah [9]:  110 dan Al-Hasyr [59]: 8-10). Mengolok-olok Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam atau generasi sahabat berarti melecehkan, meremehkan dan mendustakan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut; sekaligus melecehkan, meremehkan dan mendustakan Allah Ta’ala yang telah menurunkan ayat-ayat tersebut.

Ketiga firman Allah Ta’ala:

يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا ۚ وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ ۚ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ ۖ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

“Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan mereka telah menjadi kafir sesudah Islam.” (QS. At-Taubah [9]: 74)
       Para ulama tafsir menyebutkan sejumlah riwayat tentang sebab turunnya ayat ini. Di antaranya riwayat yang menyebutkan bahwa ketika pada perang Tabuk banyak ayat Al-Qur’an yang turun membongkar kebusukan orang-orang munafik dan mencela mereka, maka Julas bin Suwaid bin Shamit dan Wadi’ah bin Tsabit berkata: “Jika memang Muhammad benar atas (ayat-ayat Al-Qur’an yang turun mencela) saudara-saudara kita, sementara saudara-saudara kita adalah para pemimpin dan orang-orang terbak di antara kita, tentulah kita ini lebih buruk dari seekor keledai.”
Mendengar ucapan kedua orang itu, sahabat Amir bin Qais berkata, “Tentu saja, demi Allah, Muhammad itu orang yang berkata benar dan ucapannya dibenarkan, dan sungguh engkau ini lebih buruk dari seekor keledai.”
       Amir bin Qais lalu melaporkan ucapan kedua orang itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam. Julas bin Suwaid segera mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam dan bersumpah dengan nama Allah bahwa Amir telah berbohong. Amir pun balas bersumpah bahwa Julas telah benar-benar telah mengucapkan ucapan yang dilaporkan tersebut. Amir berdoa, “Ya Allah, turunkanlah sebuah wahyu kepada nabi-Mu.” Ternyata Allah kemudian menurunkan ayat tersebut.
       Riwayat lain menyebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Ubay bin Salul yang mengatakan, “Perumpamaan kita dengan Muhammad tidak lain seperti perkataan “Gemukkanlah anjingmu, niscaya ia akan memakanmu!” Jika kita telah kembali ke Madinah, niscaya orang yang mulia di antara kita (yaitu kelompok kita) akan mengusir orang yang hina (Muhammad dan para sahabatnya).”
       Perkataan ini didengar oleh sebagian sahabat dan dilaporkan kepada kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka Abdullah bin Ubay bin Salul tergopoh-gopoh mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam dan bersumpah tidak mengucapkan ucapan tersebut. Maka turunlah ayat tersebut. (Fathul Qadir, 2/436 dan Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an, 8/206)
       Riwayat manapun yang lebih kuat, semuanya menunjukkan bahwa orang-orang tersebut divonis kafir murtad setelah beriman, disebabkan ucapan mereka yang bernada olok-olokan dan merendahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam. Hal ini menunjukkan bahwa caci makian dan pelecehan secara terang-terangan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam lebih berat kekafirannya, sehingga menjadikan pelakunya kafir murtad setelah beriman.
       Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani berkata, “Maksud dari firman Allah Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran” adalah perkataan-perkataan (olok-olokan) yang disebutkan dalam beragam riwayat tadi. Adapun maksud dari firman Allah “dan mereka telah menjadi kafir sesudah Islam” adalah mereka menjadi kafir dengan ucapan tersebut setelah sebelumnya mereka menampakkan keislaman, jika sebelumnya dalam hati mereka kafir. Maknanya, mereka melakukan perkara yang menyebabkan kekafiran mereka, jika keislaman mereka dianggap sah.” (Fathul Qadir, 2/436).
       Imam Al-Qurthubi berkata: “Imam Al-Qusyairi menyatakan: “Makna dari perkataan kekafiran adalah mencaci maki Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam dan mencerca agama Islam. Adapun makna dari “dan mereka telah menjadi kafir sesudah Islam” adalah mereka menjadi kafir setelah mereka dianggap sebagai orang-orang Islam.” (Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an, 8/206)


Keempat firman Allah Ta’ala:

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu wahyu di dalam Al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya kalau kamu tetap duduk bersama mereka, tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di dalam neraka Jahanam.” (QS. An-Nisa’ [4]: 140)
       Ayat ini menunjukkan kekafiran orang yang mengolok-olok ayat-ayat Allah Ta’ala dan juga menunjukkan kekafiran orang yang duduk-duduk bersama orang-orang yang mengolok-olok ayat-ayat Allah, mendengarkan dan mendiamkan saja olok-olokan mereka tersebut. Ayat ini memvonis orang yang duduk bersama dan mendengarkan olok-olokan tersebut sebagai orang kafir, meskipun ia tidak ikut mengolok-olok. Tentu saja orang yang mencaci maki dan melecehkan Allah, ayat-ayat-Nya, rasul-Nya atau ajaran agama-Nya lebih jelas lagi kekafirannya.
       Imam Al-Qurthubi berkata: “Barangsiapa tidak menjauhi mereka, berarti ia rela dengan perbuatan mereka. Sementara rela dengan kekafiran merupakan sebuah kekafiran. Maka barangsiapa duduk dalams ebuah majlis kemaksiatan dan ia tidak mengingkari perbuatan mereka, niscaya dosanya sama dengan dosa mereka. Jika ia tidak mampu mengingkari mereka, maka ia selayaknya beranjak pergi agar tidak termasuk dalam golongan yang terkena ayat ini.” (Al-Jami’ fi Ahkamil Qur’an, 5/418)
       Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami Asy-Syafi’i dalam kitabnya, Al-I’lam bi-Qawathi’il Islam pada bahasan kekufuran yang disepakati oleh para ulama, mengutip dari kitab para ulama madzhab Hanafi yang menyebutkan: “Barangsiapa mengucapkan ucapan kekafiran, maka ia telah kafir. Setiap orang yang menganggap baik ucapa kekafiran tersebut atau rela dengannya juga telah kafir.”
       Ibnu Hajar Al-Haitsami Asy-Syafi’i juga mengutip dari kitab Al-Bahr bahwa seseorang yang secara sukarela mengucapkan ucapan kekafiran sementara hatinya masih meyakini keimanan, maka status dirinya adalah ia telah kafir dan di sisi Allah ia bukanlah orang yang beriman. Demikian pula disebutkan dalam Fatawa Qadhi Khan, Al-Fatawa Al-Hindiyah dan Jami’ul Fushulain.” (Ikfarul Mulhidin fi Dharuriyatid Dien, hlm. 59)

       Semoga Dengan Adanya Artikel Ini ALLAH SWT memberikan Hidayahnya kepada mereka yang melenceng jauh dari jalur hidayahnya. Aaamiiin....

Wallahu A'lam.....
Tim Penyusun LPI AU-AUB

أوجز العبارات من كتاب الأخلاق للبنين وللبنات

     هذا الكتاب بين أيدنـا ((أوجز العبارات من كتاب الأخلاق للبنين وللبنات)) هو ملخّص لكتاب جانبا إلى جنب مع وصفا مفصلا كاملا شاملا مع تخريج  آيات من القرآن الكريم والأحاديث والتّاريخ والشّعر، ممّا يؤدّي هذا الكتاب من كتاب الكلاسيكيّـة الّتي تحظى في بلاد إندونيسيا وهو كتاب ((الأخلاق للبنين وللبنات)) للمؤلّف الشّيخ عمر بن أحـمد بـارجاء ، حتّى الآن لا تزال تستخدم في الكتاب المرجع الرّئيسي للدّين ولطلب العلم .
      هذه هي خلاصة التّخريج والتّعليق والجمع عملها حفيده وهو الأستاذ مصطفى بن أحـمد  بن عمـر بارجـاء ، حيث تخرج في نهاية تدريسه في دار المصطفى بتريم حضرموت اليمن .
      هذا كتاب هو ملخص لكتاب ((الأخلاق للبنين وللبنات)) ، الّذي فيها 4 مجلّد (للبنين) و3 مجلّد  (للبنات) . هذا الكتاب يحتوي على سمة ممّيزة للملخّص الّذي أدلى به حفيده الشّيخ عمر بن أحـمد بـارجاء سيكون محفوظ في أصليته . عدد صفحة هذا الكتاب (للبنينمن 230 صفحة ، و(للبنات) 128 صفحة .
      يحتوي هذا الكتاب مبادئ توجيهية بشأن الأدب ، والعبادة ، والتّوحيد ، والعقيدة والتّصوّف عميقة جدًّا ، لأنّه ضروري لليوم الّذي ظل عصرالركود الفضيلة، الّذي تم تهميش أيضًا الأخلاق للتّعليميّة في المدارس . هذا الكتاب هو نتيجة للمراقبة العميقة الشّيخ عمر أحـمد بن بـارجاء .
      وهكذا، وهذا الكتاب المثير للاهتمام للغاية وسيكون بمثابة المبادئ التوجيهية، وتنقية القلب ، وأساسا قويا لتوفير الحياة لمجد مستقبلنا ، وكذلك لأصبح مجموعات القراءة والأسرة الإحالة أو المسؤولين أو الغذاء الرّوحي مفيدة .
لأولئك منكم الّذين يرغبون في شراء لهذا الكتاب يمكن الاتصال بنا على العنوان التّالي :
 +6231 3521750   : الهاتفرقم     
+62878 54535863               
 BBM        : 5E2CB663
:lpi.auaub@gmail.com   الإلكتروني أوعن طريق البريد 


الكاتب :  مجموعة لجنة المؤسّسة الأستـاذ أحـمدعمر بـارجـاء للدّراسـة الإسلاميّة



   



Aujazul Ibarot Min Kitabil Akhlaq Lil Banin Wal Banat "Ringkasan Ibarat-Ibarat Dari Kitab Akhlak Lil Banin dan Lil Banat"

       Kitab "Aujazul Ibarot Min Kitabil Akhlaq Lil Banin Wal Banat" Merupakan kitab ringkasan dengan keterangan lengkap beserta Takhrij Ayat-ayat Al-Qur'an serta Riwayat Hadits dan Keterangan Ucapan Syair, Yang Mana Kitab Ini  Rujukan dari Kitab klasik yang populer di Indonesia "Akhlak Lil Banin Waa Lil Banat" Yaitu Karangan Guru Besar Kita, As-Syeikh Umar Achmad Baradja. Bahkan hingga kini, kitab ini tetap dijadikan rujukan utama bagi para Ahli Agama dan THOLIBUL ILIM. 
       Buku ringkasan ini adalah Hasil Karya Cucu Beliau yang bernama Al-Ustadz Musthofa Achmad Baradja, yang mana beliau menyelesaikan pendidikan akhir di Darul Mustafa Tarim-Hadramaut-Yaman.
      Kitab  Ini merupakan ringkasan dari kitab "Akhlak Lil Banin Waa Lil Banat" yang berjumlah 4 Jilid (Banin) dan 3 Jilid (Banat). Buku ini memiliki keistimewaan tersendiri karena ringkasannya dilakukan sendiri oleh Cucu As-Syeikh Umar Achmad Baradja dengan menjaga intisari dan keaslian kitab tersebut. Untuk Jilid (Banin) Di Kitab Ini Sebanyak 230 Halaman.
       Kitab ini mengandung panduan-panduan tentang Adab, Ibadah, Tauhid, Akidah dan Tasawuf yang sangat mendalam. Dan Juga Sangat dibutuhkan saat ini yang mana ditengah-tengah zaman kemerosotan Akhlak, dimana juga pendidikan Akhlak telah tersisihkan. Kitab ini merupakan hasil pemerhatian yang mendalam dari As-Syeikh Umar Achmad Baradja. 
       Dengan demikian, kitab ini amat menarik dan akan menjadi pedoman, penyucian hati, sebagai pondasi yang kuat untuk bekal hidup, demi kemuliaan masa depan kita, Serta bisa Menjadi Koleksi Bacaan dan Rujukan keluarga/pejabat ataupun santapan rohani yang bermanfaat. 
        Bagi anda yang berminat untuk membeli Kitab tersebut bisa menghubungi kami di :
Nomor Telepon : 0878 54535863 ( ADMIN ) 

ataupun melalui email :
lpi.auaub@gmail.com
Tim Penyusun LPI AU-AUB







Keutamaan Tanggal 10 Muharram, Hari Aasyura.

         Segala puji bagi ALLAH yang Maha Rahmat seluruh alam, Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Nabi dan Rasul mulia, Nabi kita Muhammad Shollau Alaihi Wasallam, keluarga, dan Serta para sahabatnya. Amma Ba’du:
       Diantara nikmat Allah Ta’ala yang diberikan atas hamba-hamba-Nya, adalah perguliran musim-musim kebaikan yang datang silih berganti, mengikuti gerak perputaran hari dan bulan. Supaya Allah Ta’ala mencukupkan ganjaran atas amal-amal mereka, serta menambahkan limpahan karunia-Nya.
       Dan tidaklah musim Haji yang diberkahi itu berlalu, melainkan datang sesudahnya bulan yang mulia, yakni bulan Muharam. Yang Mana In Sha ALLAH Besok Hari Senin dan Lusa Hari Selasa Tanggal 10 dan 11 Oktober 2016M Bertepatan Dengan Tanggal 9 & 10 Muharram. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah  Radiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فضل الصيام بعد شهر رمضان شهر الله الذي تدعونه المحرم، وأفضل الصلاة بعد الفريضة قيام الليل . رواه مسلم في صحيحه

Puasa yang paling utama setelah puasa bulan ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yang kalian sebut bulan  Muharram, dan Sholat yang paling utama setelah sholat fardhu adalah sholat malam 
(HR.Muslim)

              Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menamai bulan muharam dengan bulan Allah, ini menunjukan akan kemuliaan dan keutamaannya. Sesungguhnya Allah Ta’ala mengkhususkan sebagian makhluk-Nya terhadap sebagian yang lainnya, serta mengutamakannya dari sebagian yang lainnya.

Imam Hasan al-Bashri rahimahullahu Ta’ala berkata:
إن الله افتتح السنة بشهر حرام واختتمها بشهر حرام، فليس شهر في السنة بعد شهر رمضان أعظم عند الله من شده تحريمه

Sesungguhnya Allah Ta’ala membuka tahun dengan bulan haram dan mengakhirinya dengan bulan haram, dan tidak ada bulan dalam setahun yang lebih mulia disisi Allah melebihi bulan ramadhan, karena sangat haramnya bulan tersebut.


KEUTAMAAN HARI ASYURA DAN BERPUASA PADA HARI ITU
       Banyak hadits-hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengenai keutamaan hari ‘asyura serta anjuran berpuasa padanya, kami akan sebutkan beberapa contoh, diantaranya sebagai berikut:
في الصحيحين عن ابن عباس رضي الله عنه أنه سئل عن يوم عاشوراء فقال: ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يوماً يتحرى فضله على الأيام إلا هذا اليوم يعني يوم عاشوراء وهذا الشهر يعني رمضان . 
Dalam Shahihain dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah ditanya tentang hari ‘asyura, maka beliau menjawab: Aku tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam begitu menjaga keutamaan satu hari diatas hari-hari lainnya, melebihi hari ini (maksudnya, hari ‘asyura) dan bulan yang ini  (maksudnya, bulan ramadhan).

       Sebagaimana telah kami sebutkan diatas, bahwa hari ‘asyura memiliki keutamaan yang agung serta kehormatan sejak dahulu. Nabi Musa ‘alaihis sholatu was salaam berpuasa pada hari itu dikarenakan keutamaannya. Bahkan Ahlul Kitabpun melakukan puasa pada hari itu, demikian pula kaum Quraisy pada masa jahiliyah mereka berpuasa padanya.
       Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tatkala berada di Makkah Beliau berpuasa pada hari ‘asyura, namun tidak memerintahkan manusia. Ketika tiba di Madinah kemudian menyaksikan Ahlul kitab berpuasa serta memuliakan hari tersebut, dan Beliau senang untuk mengikuti mereka terhadap apa-apa yang tidak diperintahkan dengannya, maka Beliaupun berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa. Setelah itu Beliau pertegas perintah tersebut, serta memberi anjuran dan dorongan atasnya, hingga anak-anakpun diajak ikut berpuasa. Diriwayatkan dalam shahihain, dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhuma berkata: 

 قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة فوجد اليهود صياماً يوم عاشوراء، فقال لهم رسول الله صلى الله عليه وسلم -: ( ما هذا اليوم الذي تصومونه ) قالوا: ( هذا يوم عظيم أنجى الله فيه موسى وقومه، وأغرق فرعون وقومه، فصامه موسى شكراً لله فنحن نصومه )، فقال صلى الله عليه وسلم  ( فنحن أحق وأولى بموسى منكم ) فصامه رسول الله صلى الله عليه وسلم وأمر بصيامه . 

      Ketika Rasulullah  shalallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, Beliau mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari ‘asyura. Maka Beliau bertanya kepada mereka, Hari apa ini hingga kalian berpuasa?  Mereka menjawab: Ini adalah hari yang mulia dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya, serta menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya. Maka sebagai ungkapan rasa 
syukur terhadap Allah, Nabi Musa berpuasa pada hari ini, dan kamipun ikut berpuasa .
Beliau lalu bersabda: sungguh kami lebih berhak dan lebih utama (untuk mengikuti Musa) dari pada kalian. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam  kemudian berpuasa dan memerintahkan untuk 
berpuasa pada hari itu.

Ikhwani dan Ikhwati Yang Berbahagia….
               Pada akhir hayatnya Nabi Shollahu Alaihi Wasallam Bertekad Untuk Tidak Berpuasa Pada Hari Asyura’ Saja , Tetapi Menambahkannya Dengan Puasa Sehari Lagi, Agar Membedakan Puasanya Ahli Kitab dan Kaum Muslimin. Dalam Shahih Muslim dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma, 
Rasulullah SAW Bersabda: 
حين صام رسول الله  صلّى الله عليه وسلّم  عاشوراء وأمر بصيامه، قالوا: يا رسول الله إنّه يوم تعظمه اليهود والنصارى. فقال  صلّى الله عليه وسلّم : فإذا كان العام المقبل إن شاء الله صمنا التّاسع أي مع العاشر مخالفةً لأهل الكتاب،  قال: فلم يأت العام المقبل حتّى توفي رسول الله  صلّى الله عليه وسلّم.
Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam  berpuasa ‘asyura dan menganjurkan para sahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, Maka beliau bersabda: Kalau begitu tahun depan Insya Allah kita akan berpuasa (pula) pada hari kesembilan (tasu’a). (yakni, bersamaan dengan puasa ‘asyura, untuk menyelisihi Ahli kitab). Ibnu Abas berkata: belum sampai tahun berikutnya, Rasulullah  shalallahu ‘alaihi wa sallam  telah wafat.

Imam Ibnul Qoyyim  rahimahullahu Ta’ala berkata dalam kitabnya, Zaadu al-Ma’aad  (II/76):
مراتب الصوم ثلاثة: أكملها أن يصام قبله يوم وبعده يوم، ويلي ذلك أن يصام التاسع والعاشر، وعليه أكثر الأحاديث، ويلي ذلك إفراد العاشر وحده بالصوم .والأحوط أن يصام التاسع والعاشر والحادي عشر حتى يدرك صيام يوم عاشوراء 

Tingkatan puasa pada bulan muharam ada tiga: Tingkatan paling sempurna, yaitu berpuasa pada hari ‘asyura ditambah puasa sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya. Tingkatan setelahnya,adalah berpuasa pada hari kesembilan (taasu’a)  dan kesepuluh (‘asyura), sebagai mana yang diterangkan dalam banyak hadits. Kemudian tingkatan terakhir adalah berpuasa pada hari kesepuluh (‘asyura) saja.
 Namun untuk lebih berhati-hati, lebih utama berpuasa pada hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas, hingga bisa mendapatkan  (keutamaan) puasa hari ‘asyura tersebut..

Musthofa Achmad Baradja, Lc


Peristiwa Pada Tanggal 10 Muharram


Bismillahirrahmannirrahim,
 
      10 Muharram adalah hari yang lebih dikenal dengan Hari Asyura’, yang mana kita ingat kembali betapa para Nabi mendapat kemenangan pada hari itu. Hari Asyura’ juga dianggap sebagai hari besar umat Islam, karena ada beberapa peristiwa penting yang terjadi pada saat itu.
       Beberapa peristiwa penting , dimana para Nabi dan Rasul banyak mendapat anugerah dari Allah subhana wa Ta'ala yang Maha Suci, diantaranya :
1. Setelah beratus-ratus tahun lamanya Nabi Adam as meminta ampunan dan bertaubat kepada Allah SWT, maka pada hari yang bersejarah yaitu tanggal 10 Muharam Allah SWT telah menerima taubat Nabi Adam as. Inilah salah satu penghormatan kepada Nabi Adam as. Ratusan tahun bertaubat.. Begitu lama sekali Nabiyullah Adam as melakukan taubat ini. 

2. Nabi Idris as memperoleh derajat yang luhur, dibawa ke langit disebabkan karena beliau bersifat belas kasihan kepada sesamanya. 

3. Nabi Musa AS mendapat anugrah kitab Taurat ketika beliau berada di bukit Thursina (Sinai) dan Diselamatkannya beliau Oleh ALLAH SWT dari pasukan Fir'aun saat menyeberangi Laut Merah.


4. Nabi Ibrahim as terhindar dari siksaan raja Namrud, karena di tuduh menghancurkan berhala dikuil tempat pemujaan Namrud, meskipun beliau sudah dilemparkan kedalam api unggun yang menyala-nyala.

5. Nabi Nuh as turun dari perahu penyelamat bersama umatnya yang beriman, terhindar dari banjir bandang yang melanda seluruh dunia dan taufan yang dahsyat. 

6. Nabi Yusuf as di bebaskan dari penjara mesir. Karena sebelumnya ia dituduh Zulaikha yang menuduh Nabi Yusuf as memperkosanya, padahal sebaliknya, bahwa wanita itu yang mengajak berbuat zina 
7. Kesembuhan Nabi Yakub dari kebutaan dan beliau dipertemukan kembali dengan putranya yakni Nabi Yusuf pada hari Asyura. 
8. Allah SWT menerima taubat Nabi Yunus as , dan menyelematkan beliau dari perut ikan nun (jenis ikan yang sangat besar). 


9. Pada tanggal 10 Muharam, Allah SWT telah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman. Tanggal itu merupakan suatu penghormatan kepada beliau. Akhirnya sebagai bentuk rasa syukur, Nabi Sulaiman berpuasa dan beribadah kepada Allah SWT. 

10. Nabi Daud as di sucikan dari dosa dan dibersihkan dari segala fitnah serta tuduhan. Di sebabkan beliau telah mengirimkan panglimanya hingga gugur, padahal sang panglima memiliki istri yang amat cantik. 
11. Pada 10 Muharam ini juga, Allah mengangkat Nabi Isa as ke langit, di mana Allah telah menukarkan Nabi Isa as dengan Yahuza. Ini merupakan satu penghormatan kepada Nabi Isa as daripada kekejaman kaum Bani Israil. 
12. Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya pada hari asyura’ mendapat anugrah dan kewaspadaan dalam menetapi hidayah Al-Qur’an (hijrahnya Rasulullah SAW). 
       Oleh karena pentingnya kejadian-kejadian tersebut, yakni pada hari Asyura’ para Nabi banyak memperoleh anugerah dari Allah subhana wa Ta'ala. Maka bagi umat Islam disunnahkan (diutamakan) untuk menjalankan ibadah puasa dan memperbanyak Tafakur dan Bertaubat serta menambah amal ibadah lainnya. 
Semoga Bermanfaat....
Tim Penyusun LPI AU-AUB

Yuuk Kita Cari Tau Tentang Sejarah Kalender Hijriah...



    
       Kita sebagai umat agama Islam sudah sepatutnya untuk mengetahui peristiwa besar apa saja yang telah terjadi dalam 12 bulan Islam atau biasa disebut kalender Hijriyah. Sebelumnya mari kita mengenal dulu bagaimana sejarah kalender Hijriyah tercipta.
       Kalender Hijriyah dimulai sejak tahun 682 Masehi. Kalender itu terbentuk setelah Amirul Mukminin Umar bin Khatab ra mengalami sebuah masalah, yaitu masalah administrasi, yang diadukan oleh sahabat Abu Musa Al-Asy’ari ra, yang ketika itu menjabat sebagai gubernur di kota Bashrah, karena kesulitan membedakan tahun di surat-surat yang dikirim oleh Amirul Mukminin untuknya.
       Maka dikumpulkanlah para pembesar sahabat Nabi SAW sekaligus penasehat-penasehat Amirul Mukminin, berunding untuk menetapkan kapankah dimulainya kalender tahun dalam Islam.
       Sebagian sahabat mengusulkan agar ditetapkannya awal tahun Islam adalah tahun diutusnya Rasulullah SAW sebagai Nabi dan Rasul. Sebagian lagi mengusulkan untuk mengikuti kalender Romawi saja, yang mana ia dimulai sejak Raja Alexander. Kemudian Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra maju untuk mengajukan sarannya, beliau menyarankan agar tahun dimana peristiwa hijrah Baginda Nabi SAW dan para sahabatnya terjadi sebagai awal tahun untuk kalender umat Islam.
       Rupanya Amirul Mukminin condong kepada pendapat saudara sepupu Nabi Muhammad SAW ini. Beliau mengatakan:
الهِجْرَةُ فَرَقَتْ بَيْنَ الحَقِّ وَالبَاطِل فَأَرْخُوا بِهَا
       Yang artinya, ”Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.”
       Para sahabat pun menyutujui pula pendapat dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra ini. Karena mereka memahami ayat 108 dalam surat At-Taubah yang membahas tentang ‘hari pertama’ cocok dengan pendapat beliau. Firman Allah Ta’ala:
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيه َ
       Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. (QS. At-Taubah:108)
       Kalender Hijriyah juga dikenal sebagai Kalender Qomariyah, yaitu kalender yang dihitung berdasarkan peredaran bulan.

 12 Bulan Islam
Muharram – ٍSafar – Rabi’ul Awwal – Rabi’ul Akhir – Jumadil Ula – Jumadil Akhir – Rajab – Sya’ban – Ramadhan – Syawwal – Dzulqo’dah – Dzulhijjah

Tim Penyusun LPI AU-AUB