Keutamaan dan Hikmah Idul Adha

 
       Di dalam syariat yang dibawa oleh Rasulullah Saw, perintah dan larangan selalu ada dan terus berjalan kepada setiap hamba selama ruh masih bersama jasadnya. Dan selama itu pula manusia dapat menambah kedekatannya kepada Allah swt dengan melakukan perintah-perintah syariat yang mulia. Baik yang berupa kewajiban maupun yang sunnah.

       Dan kesunnahan yang dilakukan si hamba inilah yang menjadi bukti keberhasilannya dan keuntungannya dalam kehidupan dunia. Sebab ibadah wajib ibarat modal seseorang, mau tidak mau, suka tidak suka dia harus menjalankannya, sedang amal sunnah itulah keuntungannya. Alangkah ruginya manusia jika di dunia hanya beribadah yang wajib saja atau dengan kata lain setelah bermuamalah dia kembali modal, tidak mendapat keuntungan sedikitpun. Maka ibadah sunnah ini hendaknya kita kejar, kita amalkan, sebab itulah bukti kesetiaan kita dalam mengikuti dan mencintai Rasulullah Saw, beliau saw bersabda (yang artinya):
“ Barang siapa menghidupkan sunnahku, maka dia telah mencintaiku, dan siapa yang mencintaiku, maka kelak akan berkumpul bersamaku di surga “. (HR. As Sijizi dari Anas bin Malik, lihat Al Jami’ush Shoghir)

       Bahkan dalam hadits qudsi Allah menyatakan bahwa Dia sangat cinta kepada hamba yang suka menjalankan amal-amal sunnah, sehingga manakala Dia telah mencintai hamba tersebut, Dia akan menjaga matanya, pendengarannya, tangan dan kakinya. Semua anggota tubuhnya akan terjaga dari maksiat dan pelanggaran. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori dari Abu Hurairah RA.

       Dari sekian banyak sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah melakukan qurban, yaitu menyembelih binatang ternak, berupa onta, atau sapi(lembu) atau kambing dengan syarat dan waktu yang tertentu. Bahkan kesunnahan berqurban ini adalah sunnah muakkadah, artinya kesunnahan yang sangat ditekankan dan dianjurkan.

       Sebagaimana diriwayatkan oleh imam Muslim dalam Shohihnya dari Anas bin Malik, beliau berkata :
“ Rasulullah saw berudhiyah (berkurban) dengan dua kambing putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri yang mulia, beliau mengawali (penyembelihan itu) dengan basmalah kemudian bertakbir …”

       Tapi hendaknya kita mengetahui bahwa kesunnahan kurban adalah untuk umat Nabi Muhammad saw, sedang bagi beliau justru adalah sebagai kewajiban, ini termasuk sekian banyak kekhususan yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah Shollahu Alaihi Wassalam.

       Pengertian qurban secara terminologi syara’ tidak ada perbedaan, yaitu hewan yang khusus disembelih pada saat Hari Raya Qurban (’Idul Al-Adha 10 Dzul Hijjah) dan hari-hari tasyriq (11,12, dan 13 Dzul Hijjah) sebagai upaya untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.

       Dalam Islam qurban disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Saat itu Rasulullah keluar menuju masjid untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha dan membaca khutbah `Id. Setelah itu beliau berqurban dua ekor kambing yang bertanduk dan berbulu putih.

       Tradisi qurban sebetulnya telah menjadi kebiasaan umat-umat terdahulu, hanya saja prosesi dan ketentuannya tidak sama persis dengan yang ada dalam syariat Rasulullah. Allah SWT befirman, “Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu (Muhammad) dalam urusan syariat ini. Dan serulah kepada agama Tuhanmu, sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus” (QS AI-Haj: 67).

       Bahkan qurban telah menjadi salah satu ritus dalam sejarah pertama manusia. Seperti dikisahkan dengan jelas dalam AI-Quran surah Al-Maidah ayat 27 mengenai prosesi qurban yang dilakukan oleh kedua putra Nabi Adam AS, qurban diselenggarakan tiada lain sebagai refleksi syukur hamba atas segala nikmat yang dianugerahkan Tuhannya, di samping sebagai upaya taqarrub ke hadirat-Nya.


Dalil Qurban dan Keutamaan berkurban
       Allah SWT berfirman, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah” (QS Al-Kautsar: 1-2). Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan shalat di sini adalah shalat hari `Idul Adha, sedangkan yang dimaksud dengan menyembelih adalah menyembelih hewan qurban.

       Diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi, Ibnu Majah dan al Hakim dari Zaid bin Arqam, bahwsanya Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
“ Al Udhiyah (binatang kurban), bagi pemiliknya (yang berkurban) akan diberi pahala setiap satu rambut binatang itu satu kebaikan “.

       Diriwayatkan oleh imam Abul Qasim Al Ashbahani, dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
“ Wahai Fathimah, bangkitlah dan saksikan penyembelihan binatang kurbanmu, sungguh bagimu pada awal tetesan darah binatang itu sebagai pengampunan untuk setiap dosa, ketahuilah kelak dia akan didatangkan (di hari akhirat) dengan daging dan darahnya dan diletakkan diatas timbangan kebaikanmu 70 kali lipat “.

      Rasulullah saw bersabda (yang artinya): “ Barang siapa berkurban dengan lapang dada (senang hati) dan ikhlas hanya mengharap pahala dari Allah, maka dia akan dihijab dari neraka (berkat udhiyahnya) “. (HR. Ath Thabarani dari Al Husein bin Ali).

       Dalil dari hadits, dari Siti Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), ‘Tiada amal anak-cucu Adam pada waktu Hari Raya Qurban yang lebih disukai Allah daripada mengalirkan darah (berqurban). Dan bahwasanya darah qurban itu sudah mendapat tempat yang mulia di sisi Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka laksanakan qurban itu dengan penuh ketulusan hati.” (HR. At Tirmidzi)

       Dari Anas RA, ia berkata, “Nabi SAW mengurbankan dua ekor kambing yang putih-putih dan bertanduk. Keduanya disembelih dengan kedua tangan beliau yang mulia setelah dibacakan bismillah dan takbir, dan beliau meletakkan kakinya yang berbarakah di atas kedua kambing tersebut:’ (HR Muslim).

       Rasulullah SAW bersabda tentang keutamaan qurban bahwasanya qurban itu akan menyelamatkan pemiliknya dari kejelekan dunia dan akhirat. Beliau juga bersabda (yang artinya),
“Barang siapa telah melaksanakan qurban, setelah orang itu keluar dari kubur nanti, ia akan menemukan qurbannya berdiri di atas kuburannya, rambut qurban itu terdiri dari belahan emas, matanya dari yaqut, kedua tanduknya dari emas pula. Lalu ia terheran-heran dan bertanya, ‘Siapa kamu ini? Aku belum pernah melihat sesuatu seindah kamu.’

       Hewan itu menjawab, “Aku adalah qurbanmu yang engkau persembahkan di dunia sekarang. Naiklah ke alas punggungku”. Kemudian ia naik dan berangkatlah mereka sampai naungan Arasy, di langit yang ketujuh”
Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), “Perbesarlah qurban-qurban kalian, sebab qurban itu akan menjadi kendaraan-kendaraan dalam melewati jembatan AshShirat menuju surga” (HR Ibnu Rif’ah).

       Dalam satu riwayat disebutkan, Nabi Dawud AS pernah bertanya kepada Allah SWT tentang pahala qurban yang diperoleh umat Nabi Muhammad SAW. Allah SWT menjawab, “Pahalanya adalah, Aku akan memberikan sepuluh kebajikan dari setiap satu helai rambut qurban itu, akan melebur sepuluh kejelekan, dan akan mengangkat derajat mereka sebanyak sepuluh derajat. Tahukah engkau, wahai Daud, bahwa qurban-qurban itu adalah kendaraankendaraan bagi mereka di hari kiamat nanti, dan qurban-qurban itu pula yang menjadi penebus kesalahan-kesalahan mereka.”

       Sayyidina Ali RA berkata, “Apabila seorang hamba telah berqurban, setiap tetesan darah qurban itu akan menjadi penebus dosanya di dunia dan setiap rambut dari qurban itu tercatat sebagai satu kebajikan baginya”.


Hikmah yang bisa kita ambil dari qurban adalah:

Pertama, untuk mengenang nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim dengan digagalkannya penyembelihan putranya, Ismail AS, yang ditebus dengan seekor kambing dari surga.

Kedua, untuk membagi-bagikan rizqi yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia saat Hari Raya ‘Idul Adha, yang memang menjadi hari membahagiakan bagi umat Islam, agar yang miskin juga merasakan kegembiraan seperti yang lainnya. Sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw (artinya): “Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah” (HR. Muslim)

Ketiga, untuk memperbanyak rizqi bagi orang yang berqurban, karena setiap hamba yang menafkahkan hartanya di jalan Allah akan mendapatkan balasan berlipat ganda.


Kisah Sayyiduna Abdullah bin Abdul Mutthalib

       Dalam Islam, qurban tidak sekadar memiliki dimensi religius, yang menghu bungkan makhluk dengan Allah, Pencipta alam semesta. Qurban bukan sekadar ritus penyembelihan binatang dan aktivitas membagikan daging hewan kepada mereka yang tidak mampu. la pun memiliki dimensi sosial. Qurban juga memiliki akar sejarah yang demikian kuat dan memiliki posisi vital di tengah-tengah masyarakat.

       Berhubungan dengan sejarah qurban seperti yang umum diketahui oleh umat Islam tentang awalnya syariat qurban diturunkan, ada satu kisah yang menarik dari Rasulullah sehingga beliau menyatakan dirinya sebagai anak dua sembelihan.

       Kisahnya ketika Abdullah bin Abdul Muthalib belum dilahirkan. Ayahnya, Abdul Muthalib, pernah bernazar bahwa, jika anaknya laki-laki sudah berjumlah sepuluh orang, salah seorang di antara mereka akan dijadikan qurban.

       Setelah istri Abdul Muthalib melahirkan lagi anak laki-laki, genaplah anak laki-lakinya sepuluh orang. Anak laki-laki yang kesepuluh itu tidaklah diberi nama dengan nama-nama yang biasa, tapi diberi nama dengan nama yang arti dan maksudnya berlainan sekali, yaitu dengan nama “Abdullah”, yang artinya “hamba Allah”.

       Selanjutnya setelah Abdullah berumur beberapa tahun, ayahnya, Abdul Muthalib, belum juga menyempurnakan nazarnya. Pada suatu hari dia mendapat tanda-tanda yang tidak tersangkasangka datangnya yang menyuruhnya supaya menyempurnakan nazarnya. Oleh sebab itu bulatlah keinginannya agar salah seorang di antara anak laki-lakinya dijadikan qurban dengan cara disembelih.

       Sebelum pengurbanan itu dilaksanakan, dia lebih dulu mengumpulkan semua anak laki-lakinya dan mengadakan undian. Pada saat itu undian jatuh pada diri Abdullah, padahal Abdullah adalah anak yang paling muda, yang paling bagus wajahnya dan yang paling disayangi dan dicintai. Tetapi apa boleh buat, kenyataannya undian jatuh padanya, dan itu harus dilaksanakan.

       Seketika tersiar kabar di seluruh kota Makkah bahwa Abdul Mutthalib hendak mengurbankan anaknya yang paling muda. Maka datanglah seorang kepala agama, penjaga Ka’bah, menemui Abdul Mutthalib, untuk menghalang-halangi apa yang akan diperbuat Abdul Mutthalib.

       Kepala agama itu memperingatkan untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Jika hal itu sampai dilaksanakan, sudah tentu kelak akan dicontoh oleh orang banyak, karena Abdul Muthalib adalah seorang wali negeri pada masa itu dan dia mempunyai pengaruh yang sangat besar di kota Makkah. Oleh sebab itu, apa yang akan dilakukannya tentu akan jadi panutan bagi warga lain. Si pemuka agama ini mengusulkan agar nazar tersebut diganti saja dengan menyembelih seratus ekor unta.

       Berhubung kepala agama penjaga Masjidil Haram telah memperkenankan bahwa nazar Abdul Muthalib cukup ditebus dengan seratus ekor unta, disembelihlah oleh Abdul Muthallib seratus ekor unta di muka Ka’bah. Dengan demikian Abdullah urung jadi qurban.

       Karena peristiwa itu pada waktu Nabi SAW telah beberapa tahun lamanya menjadi utusan Allah, Rasulullah pernah bersabda (yang artinya), “Aku anak laki-laki dari dua orang yang disembelih.” Maksud Rasulullah, beliau adalah keturunan dari Nabi Ismail AS, yang juga akan disembelih tapi lalu diganti Allah dengan kibas, dan anak Abdullah, yang juga akan disembelih tapi kemudian diganti dengan seratus ekor unta.

Wallahu A'lam....
Semoga Bermanfaat....

Perjalanan Haji dan Umroh Rasulullah Shollahu Alaihi Wasallam

 

   Saat ini ibadah haji seolah kehilangan makna dan pengaruh politis serta perjuangannya. Pelaksanaan haji kian hari kian menurun kualitasnya. Yang menonjol dari haji kini hanyalah ibadah ritual belaka. Banyak jamaah yang melaksanakan ibadah ini hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Lebih parah lagi tak sedikit yang menjalankannya seolah wisata reliji bahkan banyak dihiasi wisata belanja. Ibadah haji saat ini nyaris tak lagi terasa berpengaruh nyata dalam perbaikan kondisi umat, Naudzhubillah....

Haji tidak hanya sebatas ibadah ritual
       Ibadah haji dalam sejarah kehidupan umat Islam sejak masa Rasulullah saw dan masa berikutnya sangat sarat dengan makna. Memiliki pengaruh besar dalam jalannya kehidupan umat dan perjuangan mereka. Dengan ibadah haji, kaum muslim dahulu mendapatkan pencerahan politik dan terbangkitkan spirit perjuangan mereka.
وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ ﴿٢٧﴾ لِّيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ
“Dan serukan kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka…”.
(QS. al-Hajj [22]: 27-28) .

       Imam Ibn Abbas dan Mujahid berkata: “yaitu manfaat dunia dan akhirat” (Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Azhim). Makna politis, ideologis, perjuangan, dsb itu merupakan bagian dari apa yang disebut “hikmah haji”, yaitu manfaat-manfaat yang dapat dipersaksikan oleh jamaah haji saat mereka menunaikan haji. Ayat ini menunjukkan, dalam ibadah haji kaum Muslimin akan mendapatkan berbagai manfaat yang sangat strategis dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam aspek politik”. (Ali bin Nayif As-Syahud, Al-Khulashah fi Ahkam al-Hajj wa al-Umrah, hlm.2).

Umrah Rasulullah SAW
Dalam ibadah umrah Rasulullah SAW telah menunaikan sebanyak empat kali;
1. Umrah Hudaibiyah, tahun 6 H
Nabi saw bersama 1400 sahabat mengambil miqat di Dzulhulaifah. Di hudaibiyah inilah Nabi saw singgah dan mendirikan kemah untuk beberapa hari, setelah dihadang pasukan Khalid bin al-walid di Dzi Thuwa, dan tidak diizinkan masuk ke Makkah oleh kaum kafir quraisy. Akhirnya Nabi saw meneken perjanjian dengan mereka kemudian membatalkan umrahnya dan kembali ke Madinah
2. Umrah Qadha’ 7 H
Yaitu umrah pengganti umrah Hudaibiyah dengan miqat di Hudaibiyah
3. Umrah Syawal 8 H/ umrah Ramadhan 8 H
Umrah yang dilaksanakan Nabi saw setelah penaklukan kota Makkah dan perang Hunain. Dengan mengambil miqat di Ji’ranah- disebut sebagai miqat terbaik.
4. Umrah bersamaan dengan Haji Wada’ 10 H
Yang merupakan umrah terakhir sebagaimana haji yang Nabi Muhammad saw laksanakan.

Miqat Nabi dari Madinah
  •  Nabi saw mengambil miqat dari Madinah 2 kali, saat melaksanakan umrah Hudaibiyah dan Haji Wada’ dengan miqat di Dzulhulaifah (Bir ‘Ali)
  • Jabir ra menuturkan bahwa pada tahun 9 H, Nabi saw telah mengumumkan rencananya untuk berhaji pada 10 H, karena itu kaum muslim dari berbagai suku dan kabilah pun berdatangan untuk berhaji bersama Nabi.
  • Pada 10 H kaum Muslimin dari berbagai suku dan kabilah yang berjumlah 100.000 orang menunaikan haji bersama Nabi saw. Beliau saw membawa puterinya Fatimah az-Zahra dan semua isterinya.
  • Pada tanggal 25 Dzulqa’dah berangkat dari Madinah setelah shalat Dhuhur. Anas bin malik menuturkan, bahwa Nabi shalat Dhuhur 4 rakaat di Masjid Nabawi.
    Ibn ‘Abbas menuturkan,”Ketika meninggalkan Madinah, Nabi saw berjalan kaki dan memakai wangi-wangian. Nabi dan para sahabatnya mengenakan kain sarung dan selendang ihramnya. Nabi tidak melarang apapun kain sarung dan selendang dikenakan, kecuali yang dicelup Za’faran (yang berwarna kuning) yang menutupi badannya.”
  • Sampai di Dzulhulaifah Nabi saw mandi untuk ihram, meminyaki rambut dan shalat dua rakaat (HR. Bukhari, dari ibn Umar), kemudian berniat ihram untuk haji, umrah dan menjadikannya sebagai Haji Qiran. Kemudian Nabi saw mengerjakan shalat ashar dengan di qashar 2 rakaat.(HR. Bukhari, dari Anas bin Malik)
  • Nabi bermalam di Dzulhulaifah dan mengambil miqatnya disini. Tempat ini dikenal dengan Masjid Miqat, Masjid Dzulhulaifah, atau Masjid Bir ‘Ali.
  • Menjelang waktu shalat subuh tiba Rasulullah saw mandi untuk ihram. Kemudian Aisyah binti Abu Bakar memercikkan minyak wangi ke tubuh dan kepala Nabi hingga menetes sampai jenggot Nabi. Tetesan itu tidak dibasuh kemudian Nabi mengenakan kain ihram. Setelah shalat subuh Nabi berniat, lalu meninggalkan Dzulhulaifah menuju Makkah.
  • Sampai di Baida’ (tempat turunnya ayat Tayammum), Nabi membaca talbiyyah. Dari Sahal bin Sa’ad ra. Nabi saw bersabda, “tidak ada seeorang pun yang bertalbiyyah, kecuali apapun yang ada di kanan dan kirinya, baik batu, pohon maupun rumah menyahut seruannya, hingga bumi terputus, dari sini dan sini. (HR. At-Tirimidzi dan Ibnu Majah)
  • Rombongan jamaah haji yang tidak bergabung dari kota Madinah diperintah oleh Nabi untuk menempuh jalur pesisir, akhirnya bertemu dengan iring-iringan Rasulullah saw di tengah perjalanan, mereka semua kemudian berihram kecuali Abu Qatadah
  • Setelah 8 hari perjalanan, Nabi tiba di Dzi Tuwa, tepatnya Sabtu malam tanggal 3 Dzulhijah 10 H. Beliau bermalam dan keesokan harinya beliau shalat subuh dan mandi disini. Menurut Abu dzar al-ghifari, “Nabi tidak suka memasuki Makkah pada malam hari”. Karena itu baru siang harinya Nabi saw memasuki Makkah.
  • Dalam riwayat lain, ‘Ali bin Abi Thalib menuturkan, bahwa Nabi mandi dirumahnya di Makkah, dekat tempat kelahirannya sebelum memasuki Masjidil Haram. (Ibid, Hal:272)

Memasuki Masjidil Haram
Hari Ahad, 4 Dzulhijah 10 H, siang hari Nabi saw memasuki Makkah dari jalan atas. Ketika memasuki Makkah dan melihat Ka’bah Nabi saw selalu mengangkat kedua tangannya dan bertakbir, seraya berdo’a :
اَللّٰهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلَامِ
“Ya Allah Engkau sumber keselamatan, dan daripadaMu lah datangnya keselamatan itu semua. Maka sambutlah kami wahai tuhan dengan selamat sejahtera.” (HR. al-Baihaqi)

Thawaf di Baitullah
  • Baginda saw langsung menuju Baitullah dan melakukan Thawaf 7 putaran. Nabi saw menyentuh (istilam) Hajar Aswad dan Rukun Yamani. (HR. ahmad dari Ibn Umar)
  • Jabir ra. Menuturkan, “aku melihat Rasulullah saw. Melakukan lari-lari kecil dari (rukun) hajar aswad, sebanyak 3 kali putaran, hingga berakhir (7 putaran) di situ (hajar aswad)”. (HR. Muslim).
  • Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hajar aswad turun dari surga padahal batu tersebut begitu putih lebih putih daripada susu. Dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam”.
  • Ketika umrah Qadha (7 H), Nabi saw memerintahkan para sahabat thawaf dg berlari-lari kecil pada 3 putaran pertama (ar-raml) dan berjalan kaki biasa ketika berada di antara 2 rukun( yamani dan Hajar aswad), sisanya 4 putaran berjalan kaki biasa. Nabi saw. Juga tidak melarang mereka berlari-lari kecil seluruh putaran. Ini merupakan demonstrasi strategi di hadapan kaum kafir Quraisy, bahwa kaum Muslim tidak lemah dan segar bugar. Karena mereka diisukan dalam kondisi panas dan demam- virus Yatsrib.(HR. bukhari dan Muslim dari Ibn Abas).

Shalat Sunah 2 Rakaat Di Belakang Maqam Ibrahim
  • Jabir bin Abdillah ra. Menuturkan, ketika Nabi usai thawaf, maka baginda saw bersandar di Maqam Ibrahim. Lalu Baginda saw shalat 2 rakaat, kemudian membacakan Firman allah :
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang I’tikaaf, dan yang ruku’- sujud”(Qs.al-Baqarah: 125)
  •  Nabi saw membaca (Q.s. al- Kafirun [109]:1-6), Setelah selesai shalat 2 rakaat di belakang maqam Ibrahim, baginda saw. Menyentuh Hajar Aswad dan keluar menuju bukit Shafa. (Ibid, Hal:114)

Sa’i Antara Shafa dan Marwa
  • Ketika tiba di lereng bukit Shafa, hendak naik ke atasnya, Nabi saw membaca:
Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.”. (QS. Al-Baqarah: 158)
  • Nabi saw mendaki bukit shafa. Kemudian melihat kearah ka’bah, lalu bertakbir dan berdoa kepada Allah, lalu menuruni bukit.
  • Ketika kedua kaki Baginda saw menyentuh lembah (sekarang ditandai dengan tiang/lampu hijau) maka Beliau berlari-lari kecil dan ketika sudah naik dari lembah setelah tiang/lampu hijau Beliau saw berjalan kaki biasa hingga tiba di bukit Marwa. Sampai di atas bukit baginda saw melihat kearah baitullah dan membaca doa seperti di bukit shafa.
  • Ketika sampai pada putaran ke-7 di Bukit Marwa, Nabi saw bersabda, “Wahai manusia, andaikan aku belum melakukan apa yang telah kulakukan, tentu aku tak membawa hewan qurban (hadyu) dan ibadahku tadi kujadikan sebagai umrah saja. Karena itu, siapa saja yang tidak membawa hewan sembelihan, hendaklah ia bertahalul dan menjadikan ibadahnya tadi sebagai umrah!”. (HR. Muslim, dari Jabir ra.)

Nabi Melakukan Tarwiyah (persiapan haji)
  •  Pada tanggal 8 Dzulhijah 10 H, Rasulullah saw berniat meninggalkan Makkah menuju Mina dan melaksanakan shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, ‘Isya’ dan Subuh disana. Dengan meng-qashar shalat Dzuhur, Ashar, dan Isha menjadi 2 rakaat tanpa dijamak. Setelah matahari terbit beliau melanjutkan perjalanan hingga sampai di Arafah.
  • Setelah matahari tergelincir pada 9 Dzulhijah, Beliau menunggangi al-Qashwa-unta Nabi saw, hingga tiba di tengah Padang ‘arafah. Melihat ribuan jamaah yang memenuhi panggilan Allah dan menaati perintah-Nya Baginda saw merasa lega karena umatnya menegakkan islam dengan ikhlas.
  • Beliau berniat menanamkan inti ajaran islam didalam hati mereka dengan memanfaatkan pertemuan mulia itu sebagai kesempatan untuk menyampaikan khutbah guna mengikis habis sisa-sisa kejahiliyahan yang masih mengendap dalam jiwa kaum muslimin, menekankan masalah akhlak, hukum, dan hubungan antar sesama muslim, termasuk hubungan suami istri.
  • Berdiri dihadapan 100 ribu kaum muslim untuk menyampaikan Khutbah Haji Wada’-haji terakhir Baginda saw.

Khutbah Haji Wada
“Wahai manusia sekalian, dengarkanlah perkataanku ini, karena aku tidak mengetahui apakah aku dapat menjumpai kalian lagi setelah tahun ini di tempat wukuf ini”.
1. Larangan Membunuh Jiwa dan Mengambil Harta Orang Lain Tanpa Hak
“Wahai manusia sekalian, Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram/dilindungi, sebagaimana mulianya hari ini di bulan yang mulia ini, di negeri yang mulia ini”.
2. Kewajiban Meninggalkan Tradisi Jahiliyah seperti Riba dan Pembunuhan Balasan
♦ Ketahuilah sesungguhnya segala tradisi jahiliyah mulai hari ini tidak boleh dilaksanakan lagi.Perjanjian riba yang dilakukan pada masa jahiliyah dihapuskan dan tidak berlaku lagi sejak hari ini. Perjanjian riba pertama yang aku nyatakan tidak berlaku lagi adalah perjanjian riba atas nama pamanku sendiri Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya seluruh perjanjian riba itu semuanya batal dan tidak boleh berlaku lagi.
♦ Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara kemanusiaan (seperti pembalasan dendam pembunuhan jahiliyah dan penuntutan darah cara jahiliyah) yang telah terjadi di masa jahiliyah, hari ini semuanya dihapuskan dan tidak boleh berlaku lagi.
♦ Dan hari ini aku nyatakan pembatalan yang pertama adalah pembalasan atas terbunuhnya Amir bin al-Haris yang terjadi pada masa jahiliyah dahulu.
3. Mewaspadai Gangguan Syaitan dan Kewajiban Menjaga Agama
Wahai manusia sekalian, Sesungguhnya syetan itu telah berputus asa untuk dapat disembah di negeri ini, akan tetapi syetan akan terus berusaha (untuk mengganggu kamu) dengan cara yang lain. Syetan akan berbangga jika kamu sekalian menaatinya untuk melakukan pelanggaran kecil yang terus-menerus. Oleh karena itu hendaklah kamu menjaga agama kamu dengan baik.
4. Larangan Mengharamkan yang Dihalalkan dan Sebaliknya
Wahai manusia sekalian, Sesungguhnya mengubah-ubah bulan suci itu akan menambah kekafiran. Dengan cara itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian kamu menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkanNya.
5. Kewajiban Memuliakan Wanita (Isteri)
♦ Takutlah kepada Allah dalam bersikap kepada kaum wanita, karena kalian telah mengambil mereka dengan amanah atas nama Allah dan hubungan badan dengan mereka telah dihalalkan bagi kamu sekalian dengan nama Allah.
♦ Sesungguhnya kalian mempunyai kewajiban terhadap isteri kalian dan isteri kalian mempunyai kewajiban terhadap diri kalian. Kewajiban mereka terhadap kalian adalah mereka tidak boleh memberi izin masuk orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal demikian, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras/tidak membahayakan. Sedangkan kewajiban kamu terhadap mereka adalah memberi nafkah, dan pakaian yang baik kepada mereka. Maka perhatikanlah perkataanku ini, wahai manusia sekalian. Sesungguhnya aku telah menyampaikannya.
6. Kewajiban Berpegang Teguh pada Al-Qur’an dan As- Sunnah
Aku tinggalkan bagi kamu sekalian. Jika kalian berpegang teguh dengan apa yang aku tinggalkan itu, maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Kitab Allah (Al-Quran) dan sunnah Nabi-Nya (Al-Hadits).
7. Kewajiban Taat kepada Pemimpin Siapapun Dia Selama Masih Berpegang Teguh pada Al Qur’an.
Wahai manusia sekalian, dengarkanlah dan ta’atlah kalian kepada pemimpin kalian, walaupun kamu dipimpin oleh seorang hamba sahaya dari negeri Habsyah yang berhidung pesek, selama dia tetap menjalankan ajaran Kitabullah (Al- Quran) kepada kalian semua.
8. Umat Islam adalah Bersaudara antara Satu dengan Lainnya.
Wahai manusia sekalian. Dengarkanlah perkataanku ini dan perhatikanlah. Ketahuilah oleh kamu sekalian, bahwa setiap muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, dan semua kaum muslimin itu adalah bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu milik saudaranya kecuali dengan kerelaan pemiliknya yang telah memberikannya dengan senang hati. Oleh sebab itu janganlah kamu menganiaya diri kamu sendiri.
9. Manusia itu sederajat dan Kewajiban Menyampaikan Khutbah Rasulullah SAW kepada Orang Lain
Wahai manusia! Sesungguhnya Tuhan kalian satu, dan sesungguhnya kalian berasal dari satu bapak. Kalian semua dari Adam dan Adam dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah yang paling takwa. Tidak ada kelebihan bangsa Arab dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa. Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan saksikanlah! Karena itu, siapa saja yang hadir diantara kalian di tempat ini berkewajiban untuk menyampaikan wasiat ini kepada mereka yang tak hadir!.

Mabit di Muzdalifah
  • Selesai wukuf di Arafah, ketika matahari telah terbenam dan mega kuning mulai sirna, Rasulullah saw melanjutkan perjalanan dengan untanya bersama Usamah bin Zaid ke Muzdalifah. Sesampainya di sana baginda saw melaksanakan shalat Maghrib dan Isya dengan di jamak qashar dilakukan di waktu Isya’ dengan sekali adzan 2 kali iqamah dan tanpa shalat sunah diantara keduanya. Selepas itu beliau berbaring sampai waktu subuh. Usai shalat Subuh beliau meneruskan perjalanan hingga Masy’ar al-Haram,kemudian berdo’a, bertakbir, bertahlil dan mengucapkan kalimat tauhid. Beliau tetap disana hingga langit kekuning-kuningan.
  • Sebelum matahari terbit, Baginda menaiki tunggangannya bersama al-Fadhl bin al-Abbas menuju Jamrah Aqabah. Ketika sampai di Lembah Muhassir (tempat Raja Abrahah dengan tentara Gajahnya dihancurkan Allah, (QS al-Fil [105]: 1-5 ), Baginda mempercepat langkah-langkah kaki untanya.
  • Baginda saw melempar Jamrah tersebut dengan tujuh buah kerikil dengan bertakbir pada setiap kali lemparan. Beliau melempar dari tengah lembah, setelah itu beliau berpaling.
  • Setelah itu beliau menyembelih hewan qurban (hadyu). Beliau menyembelih sebanyak 63 ekor dengan tangan beliau sendiri sesuai dengan usia baginda saw.
    • Ketika hari raya Idul Adha saat tiba dhuha baginda saw menyampaikan khutbah kepada kaum muslim, ada yang berdiri dan ada yang duduk, dari atas bagal.
    • Beberapa saat setelah Rasulullah saw menyampaikan khutbah, turunlah firman Allah (QS. Al-Maidah: 3),  yang artinya; ”Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku dan islam telah Kuridhai menjadi agama kalian.”

Nabi saw Thawaf Ifadhah
  •  Kemudian Rasulullah saw mengendarai untanya ke Baitullah untuk Thawaf Ifadhah. Lalu memanggil tukang cukur untuk mencukur kepala beliau dimulai separuh kanan lalu yang kiri.
  • Aisyah mengolesi baginda saw dengan wewangian
  • Nabi saw pergi ke sumur zamzam, meminum airnya
  • Sesudah thawaf ifadhah, Nabi dan sahabat yang berhaji Qiran tidak bersa’i lagi. Adapun yang berhaji Tamattu’ melaksanakan sa’i.
  • Setelah shalat Dzuhur di Makkah Nabi saw kembali ke Mina dan bermalam di Mina selama hari- hari Tasyriq.
  • Melempar ketiga jumrah: Ula, Wustha dan ‘Aqabah, pada 11 dzulhijah setelah masuk waktu Dzuhur.
  • Rasulullah meninggalkan Mina di hari Tasyriq ketiga yaitu 13 dzulhijah setelah melempar jumrah.

Thawaf Wada’
Dalam thawaf ini Beliau tidak melakukan idhthiba’, juga tidak berlari-lari kecil. Setelah shalat subuh baginda saw meninggalkan Makkah menuju Madinah.

Khatimah (Penutup)
  • Ibadah haji merupakan momentum muktamar umat Islam untuk menyerukan berbagai solusi bagi umat Islam dan dunia.
  • Bangkit atau terpuruknya nasib umat ditentukan oleh sejauhmana keterikatan mereka kepada hukum-hukum Allah.
  • Ibadah haji meningkatkan semangat pengorbanan.
  • Ibadah haji mengajarkan makna ukhuwah yang sebenarnya.
  • Ibadah haji mengajarkan bahwa Islam tidak memisahkan urusan ibadah, keluarga, moral dengan masalah politik, pemerintahan, ekonomi, pidana, sosial dan semua aspek kehidupan.
  • Ibadah haji mengajarkan bahwa umat Islam sesungguhnya adalah umat yang satu. Persatuan itu mestinya tidak hanya saat menunaikan ibadah haji saja, tapi merupakan kewajiban mutlak kapanpun dalam segenap aspek kehidupan. Sehingga mutlak dibutuhkan ada satu negara yang menaungi umat diseluruh dunia.

Musthofa Achmad Baradja, Lc